Ok
Daya Motor

BWCF ke-14 Hadir di Cirebon, Undang Ilmuan dan Seniman Dunia Bahas Islam Nusantara

BWCF ke-14 Hadir di Cirebon, Undang Ilmuan dan Seniman Dunia Bahas Islam Nusantara

Event Borobudur Writers dan Cultural Festival 2025 di Kraton Kacirebonan, Kota Cirebon.-BWCF -

CIREBON, RADARCIREBON.COM – Kota Cirebon mendapat kehormatan besar, karena sudah dijadikan tempat penyelenggaraan The 14th Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2025.

Rencananya, BWCF ke-14 tahun 2025 ini akan berlangsung selama 3 hari, yakni 20-22 November 2025 mendatang di Keraton Kacirebonan, Kota Cirebon.

Event BWCF ke-14 juga mengusung tiga agenda besar, yakni mengungkap nilai estetika nisan-nisan Islam Nusantara.

Kemudian, mengundang penyair perempuan dan penulis naskah drama keturunan Palestina Dr Samah Sabawi bersedia hadir untuk membacakan sajak-sajaknya, dan mengenang arkeolog Uka Tjandrasasmita.

BACA JUGA:Rekomendasi 3 Tempat Wisata Sejarah di Majalengka yang Layak Masuk List Liburan Akhir Pekan Kamu

Dalam pelaksanaannya, BWCF ke-14 hasil kolaborasi antara Majelis Seni dan Tradisi Cirebon (Mesti) dan Perhimpunan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI) didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwiasata (Disbudpar) Kota Cirebon.

“BWCF di Kraton Kacirebonan akan mengundang banyak ahli untuk membahas pemaknaan ketuhanan yang terdapat pada simbolsimbol dan aksara berbagai makam tua Nusantara.”

“Seperti, Prof Dr Daniel Perret, arkeolog asal Perancis yang dikenal meneliti nisan-nisan kuno Aceh dan pengaruhnya di pernisanan di Malaysia.”

“Kemudian, BWCF juga akan menghadirkan Bastian Zulyeno Phd, ilmuawan dari Universitas Indonesia (UI) yang lama studi di Iran.”

“Beliau dikenal meneliti epitaph nisan-nisan Nusantara yang memiliki larik-larik berasal dari puisi-puisi Ketuhanan Iran,” ujar Seno Joko Suyono, kurator BWCF dalam keterangan tertulisnya yang diterima radarcirebon.com, Rabu 12 November 2025.

Seno menjelaskan, dipilihnya Cirebon sebagai tuan rumah BWCF ke-14, karena memiliki sejarah panjang dalam syiar islam di Pulau Jawa.

Cirebon memainkan peran vital dalam politik dan kekuasaan bergaya islam di abad ke-15 dan 16. Pengaruhnya begitu penting, sehingga menjadi akar kesultanankesultanan Islam di Pulau Jawa, salah satunya adalah Kesultanan Banten.

Sebagai kota yang bersejarah, Cirebon memiliki warisan cagar budaya yang cukup berlimpah, mulai dari kompleks kraton (Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan), masjid kuno, kompleks taman, dan makam-makam islam kunonya.

BACA JUGA:Gubernur Jabar Keluarkan Surat Edaran Soal Larang Hukuman Fisik kepada Siswa

“Makam-makam tersebut hingga kini masih menjadi destinasi yang cukup digemari sebagai wisata religi,” jelasnya.

Cirebon juga dikenal memiliki banyak manuskrip-manuskrip kuno, terutama yang berkaitan dengan ajaran ketuhanan para wali. Di antaranya adalah yang bertautan dengan ajaran ketuhanan Tareqat Syattariyah seperti konsep Martabat Tujuh.

“Syattariyah adalah tarekat (ordo tasawuf, red) yang berkembang di India pada abad ke-15, lalu menyebar ke Asia Tenggara pada abad ke-16 dan 17.”

“Berkaitan dengan Syattariyah, Cirebon menduduki posisi unik. Karena, ajarannya diajarkan ke  pesantren-pesantren dan kraton-kraton yang ada di Cirebon,” terang Seno.

Disamping itu, BWCF akan menghadirkan para penyair terkemuka Indonesia yang sering mengolah tema-tema spiritual Islam dalam sajak-sajaknya antara lain Zawawi Imron, Acep Zamzam Noer, Hikmat Gumelar dan Nenden Lilis.

BWCF akan mengundang seorang penyair diaspora Palestina, yakni Dr Samah Sabawi yang bersedia hadir. Hal ini akan menjadi sorotan istimewa dalam BWCF tahun ini.

Lahir di Gaza dan besar di pengasingan, Samah kini tinggal di Melbourne dan dikenal luas sebagai penyair, dramawan, dan aktivis perdamaian.

“Karyanya melintasi batas geografi dan bahasa, menyuarakan luka, cinta, dan keteguhan manusia Palestina dalam menghadapi penindasan,” beber Seno.

BACA JUGA:30 Desa Wisata Ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon: Harus Jadi Daya Tarik Domestik dan Mancanegara

Terakhir, BWCF kali ini merupakan tribute terhadap almarhum arkeolog UI yang dimasa hidupnya sangat menekuni penelitian mengenai nisan-nisan nusantara yaitu Uka Tjandrasasmita (1934-2010).

Buku almarhum: Arkeologi Islam Nusantara merupakan buku wajib bagi mereka yang melakukan studi terhadap arkeologi Islam Nusantara.

Semasa hidupnya, Uka banyak melakukan penelitian di Banten lama (Kesultanan Banten), Cirebon (Kasultanan dan tradisi Islam pesisir), Trowulan (hubungan Majapahit dengan awal Islam),· Giri Kedaton dan Gresik (Sunan Giri, Sunan Maulana Malik Ibrahim), Gampong Pande – Aceh (nisan dan jejak Islam awal).

Dialah yang pertama kali memetakan arkeologi Islam di Indonesia secara sistematis. Beliau dikenal sebagai penggagas bidang Arkeologi Islam di Indonesia, yang sebelumnya belum diperlakukan sebagai bidang studi tersendiri. (*)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: reportase

Berita Terkait