Buruh Ancam Mogok Nasional

Senin 05-10-2020,20:05 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

JAKARTA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengajak publik untuk mengawal dan menyuarakan aspirasi terkait rencana pengesahan RUU Cipta Kerja. Sebab, proses pembahasan RUU tersebut dinilai telah dilakukan secara diam-diam.

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menyatakan, pemerintah dan DPR telah mengkhianati konstitusi dan prinsip demokrasi saat menyepakati pembahasan tingkat I RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Bahkan, menurutnya, hal itu merupakan suatu bentuk kejahatan.

“Bukan hanya kejahatan, tetapi ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah dan DPR terhadap prinsip demokrasi, konstitusi, dan juga negara hukum yang mestinya ditegakan oleh mereka yang berkuasa hari ini,” ujar Arif dalam telekonferensi, Minggu (4/10).

Pasalnya, menurut Arif, pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan secara tertutup dan senyap. Bahkan minim meminta pandangan dari kelompok masyarakat. Ia memandang, pemerintah hanya melibatkan kelompok pengusaha tanpa mempertimbangkan partisipasi publik yang terdampak atas aturan tersebut.

Apalagi, katanya, keterbukaan informasi merupakan prinsip demokrasi. Menurutnya, rakyat berhak mengetahui perkembangan pembahasan RUU Cipta Kerja. Dirinya pun menilai fungsi anggota DPR telah bergeser menjadi wakil pengusaha dan investor.

“Ini sangat memprihatinkan. Kita melihat yang duduk di Senayan sana bukan wakil rakyat, tetapi mereka adalah wakil pengusaha, pemodal. Itu jelas ditunjukkan dalam pembentuk omnibus law,” tegas Arif.

Diketahui, tujuh dari sembilan fraksi di DPR telah menyepakati RUU Cipta Kerja pada tingkat I Badan Legislasi. Keputusan diambil dalam rapat yang turut dihadiri perwakilan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (3/10) malam. Proses pembahasan akan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan tingkat II melalui paripurna DPR pada Kamis (8/10) mendatang.

Menanggapi hal itu, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan sejumlah aliansi buruh di daerah menyatakan akan melakukan mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020. Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut pembatalan omnibus law seluruhnya serta penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja.

“Sidang Paripurna DPR RI tidak mengesahkan dan mengundangkan RUU Cipta Kerja. Rakyat tidak membutuhkan omnibus law,\" ujar Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengancam akan menggelar demo beserta mogok kerja. Ada tujuh poin penolakan utama dalam RUU sapu jagat tersebut.

Pertama, KSPI menilai draf RUU Cipta Kerja akan menghapus ketentuan Upah Minimum Kota/kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK).

Kedua, pihaknya menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Ketiga, terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang dinilai kontrak seumur hidup dan tidak ada batas waktu kontrak. Keempat, menolak rancangan aturan mengenai outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan.

Kelima, pekerja berpotensi akan mendapatkan jam kerja yang lebih eksploitatif. Keenam, hak cuti akan hilang. Terakhir, potensi karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang kehilangan jaminan pensiun dan kesehatan.

“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” ujarnya. (riz/gw/fin)

https://www.youtube.com/watch?v=ss_5MjBrRSI
Tags :
Kategori :

Terkait