Polisi Siksa Kriminal untuk Tunjukkan ‘Kekuatan’

Selasa 13-10-2020,14:08 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

DALAM beberapa hari terakhir, polisi Iran kembali menuai sorotan usai melakukan \"manuver kekuasaan\" dalam parade jalanan, mempermalukan dan menyiksa \"preman\" yang ditangkap di depan mata publik.

Al - Monitor melaporkan, antrean panjang kendaraan polisi yang membawa preman kini semakin menjadi pemandangan yang umum di ibu kota Teheran dan di beberapa kota lain di negara tersebut. 

Parade yang ikut disiarkan dari TV pemerintah itu, menunjukkan tahanan yang diborgol dengan sandal berdiri di belakang mobil polisi, dengan beberapa diantaranya ada yang terlihat dipukuli oleh penjaga. Para aktivis pun mengecam momen tersebut, menggambarkannya sebagai \"pertunjukan penyiksaan terang-terangan di siang hari bolong\" dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan martabat.

1. Polisi Iran mengarak kriminal di hadapan publik

Melansir dari France24- The Observers, dalam sebuah video yang diposting online pada 7 Oktober, para polisi Iran yang melakukan aksi parade kriminal tampak memaksa tahanan untuk berteriak “Maafkan saya!  Saya tidak akan melakukannya lagi ”, serta pernyataan hinaan untuk diri mereka sendiri di depan orang banyak. 

 Video itu menampilkan polisi Iran bersenjata dengan topeng tengah memukuli pria menggunakan sandal yang dikenakannya, sambil berdiri di truk pick-up saat ratusan orang menonton. Banyak dari warga yang tampak merekam dengan ponsel adegan yang terjadi di Jomhouri Avenue, salah satu jalan utama di Teheran tersebut. 

Menurut polisi Teheran, para pria yang ditangkap dituduh memasuki sebuah mal, bersenjatakan pisau, merampok dan menyerang beberapa pembeli di lingkungan yang sama tempat mereka diarak. Meski apa yang dilakukan otoritas keamanan tersebut telah melenceng dari sistem peradilan, tetapi seorang pejabat senior militer justru memberikan pujiannya dan mengatakan bahwa tindakan itu sejatinya telah mendapatkan persetujuan dan dorongan dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

\"Hari ini, tuntutan utama dari pemimpin tertinggi adalah untuk mengeringkan akar ketidakamanan di masyarakat,\" kata Majid Mir-Ahmadi, wakil intelijen angkatan bersenjata Iran, mengutip dari Al Arabiya.

2. Aktivis samakan aksi tersebut dengan yang dilakukan kelompok teroris ISIS

2

Ketika rekaman video menyebar di sosial media, banyak warganet Iran yang menunjukkan ketidak setujuannya dengan menyebutkan tindakan polisi sebagai aksi biadab dan merendahkan, terutama karena orang-orang yang dipermalukan itu bahkan belum didakwa sepenuhnya karena kejahatan.

Pakar hukum Iran serta beberapa politisi mengatakan tindakan seperti itu tidak memiliki dasar hukum dan merupakan pendekatan yang tidak efektif untuk mengurangi kejahatan.

\"Rekaman parade penjahat di kota itu memalukan. Tindakan tersebut tidak sesuai dengan syariah atau dengan hukum, atau dengan akal sehat ... Tindakan tersebut bukanlah tanda otoritas, tetapi tanda ketidakmampuan sistem peradilan pidana untuk mencegah kejahatan, \"twit mantan anggota parlemen Iran, Mahmoud Sadeghi.

Ada juga yang berspekulasi bahwa manuver polisi ini adalah bagian dari upaya rezim untuk menanamkan ketakutan pada rakyat, guna mencegah kerusuhan anti-pemerintah di masa depan. Sementara yang lain menyamakannya dengan aksi serupa yang dilakukan kelompok teroris ISIS, pada tahun 2015 silam ketika mengarak tawanan di Irak. 

3. Aksi itu bukan untuk yang pertama kalinya

 \'Parade kriminal\' yang terjadi baru-baru ini bukanlah untuk pertama kalinya terjadi. Pada tahun 2013, polisi juga pernah mengarak tersangka berkeliling kota dengan memaksanya mengenakan pakaian wanita.

Polisi Iran sering melakukan tindakan mempermalukan publik semacam ini bahkan sebelum para tersangka menemui hakim. Saat kejadian baru-baru ini menarik perhatian, pertanyaan lama tentang penyiksaan yang acap kali dilakukan aparat Iran kembali menjadi sorotan, melansir Al Monitor. 

Bulan lalu, Iran mengeksekusi seorang atlet pegulat Navid Afkari, atas tuduhan pembunuhan terhadap seorang pegawai pro-pemerintah pada saat unjuk rasa massal di terjadi di Iran. Tanpa adanya bukti, tuduhan itu dinilai tidak berdasar dan sengaja dibuat-buat oleh pemerintah. Pada akhirnya, kematian Afkari pun mengundang kecaman tidak hanya dari warga Iran sendiri, tetapi juga internasional. Terlebih selama masa tahanannya, laporan menyebutkan ia kerap kali mendapatkan penyiksaan dan pelecehan parah. 

Tidak hanya Afkari saja, eksekusi diketahui kerap menjadi pilihan utama bagi otoritas Iran dalam melayangkan hukuman. Amnesty Internasional bahkan mencatatkan negara Islam tersebut berada diurutan kedua setelah Tiongkok yang paling banyak menerapkan hukum eksekusi.

Tags :
Kategori :

Terkait