Dalam buku ini, Boseke menegaskan, Sitou Timou Tumou Tou itu adalah filsafat yang hidup di zaman dinasti Han. Bandingkan bunyinya dengan kalimat aslinya ini: Zi Tou Tu Mou Tu Mou Zi Tou. Yang artinya sama dengan yang tadi itu.
Pun lambang Minahasa yang dulu ikut menghiasi wajah depan semua KTP di sana. Di bagian bawah lambang itu tertulis motto: i yayat li santi. Artinya: bergembiralah dan agungkan Tuhan.
Itu, menurut Boseke, juga sesanti dari dinasti Han. Terutama di masa kemakmuran kekaisaran Han. Hanya saja kata \'\'Tuhan\'\' di situ aslinya berarti \'\'Kaisar\'\'. Yang di sana juga dianggap setengah Tuhan.
Di Minahasa kuburan disebut \'\'waruga\". Kata aslinya berbunyi \'\'wa ru ge\'\'. Atau dalam huruf Mandarin ditulis ???.
Kata itu sebenarnya berarti peti mati. Lalu bertransformasi menjadi kuburan.
Di buku itu juga ditulis bahwa hampir semua nama kampung lama di Minahasa asalnya dari bahasa Han. Demikian juga nama-nama gunung. Termasuk istilah-istilah sehari-hari di sana.
Boseke tergugah melakukan penelusuran (istilah saya untuk mengganti penelitian) bermula dari kakeknya. Yang sangat dituakan di Minahasa. Dulu. Setiap ada acara-acara adat ritual kakeknyalah yang diminta membaca mantra.
Tapi sang kakek sendiri tidak tahu arti dari mantra yang dilagukan itu. \"Itu bahasa Minahasa tua,\" ujar sang kakek setiap kali ditanya. \"Rumit sekali menjelaskan artinya,\" tambah sang kakek.
Setelah kakeknya meninggal, tugas itu menjadi tanggung jawab pamannya. Tapi sang paman juga tidak tahu arti dalam mantra itu. Tapi setiap kali melagukannya selalu saja nadanya sendu. Sedih. Seperti meratap.
Boseke sendiri lantas kawin dengan orang Manado keturunan Tionghoa. Yang masih punya nama dan marga Tionghoa. Dari istrinya itu Boseke akhirnya bisa bahasa Mandarin.
Pengusaha biasanya selalu ingin tahu. Demikian juga Boseke. Ia ingin tahu mengapa orang Manado berkulit kuning dan bermata sipit. Memang sudah ada bisik-bisik bahwa orang Minahasa itu keturunan Tionghoa. Tapi dari buku asal usul Minahasa tidak pernah menguraikan secara jelas bagaimana hubungannya.
Bahkan selama ini dikembangkan legenda bahwa orang Minahasa itu berasal dari keturunan seorang ibu yang kawin dengan anaknya sendiri - -hanya mereka berdua yang tertambat di Minahasa.
Maka dengan dana sendiri Boseke melakukan penelusuran sampai ke Tiongkok. Khususnya ke Sichuan, salah satu pusat pemerintahan kekaisaran Han. Boseke juga ke Korea, Jepang dan Taiwan.
Saat di Sichuan itu, Boseke menemukan mantra yang dulu dialunkan kakeknya. Yang bunyi dan nadanya sangat mirip.
Ternyata itu adalah nyanyian sedih yang diratapkan bangsa Han setelah kekaisaran itu runtuh. Mereka menginginkan kejayaan kembali bangsa Han.
Itulah semacam doa yang terus diratapkan siapa pun yang menginginkan kejayaan kembali bangsa Han. Di mana pun mereka berada. Termasuk oleh mereka yang sudah menyebar ke mana-mana - -akibat perang yang tidak habis-habisnya pasca kejayaan kekaisaran Han.