WASHINGTON DC – Amerika Serikat era Joe Biden tampaknya sedang cari musuh baru. Setelah junta militer Myanamar, rezim Recep Tayyip Erdogan di Turki jadi sasaran terbaru.
Di sisi lain, Joe Biden sepertinya berambisi mengembalikan Amerika Serikat sebagai polisi dunia.
Permintaan resmi AS kepada Turki untuk membebaskan Osman Kavala menandai hal ini. Kavala, aktivis hak asasi manusia dan dermawan itu telah ditahan selama lebih dari tiga tahun tanpa hukuman.
“Tuduhan khusus terhadap Kavala, penahanannya yang sedang berlangsung, dan penundaan yang terus menerus dalam penyelesaian persidangannya, termasuk melalui penggabungan kasus-kasus terhadapnya, merusak rasa hormat terhadap supremasi hukum dan demokrasi,” kata Departemen Luar Negeri AS.
Pada tahun lalu, Kavala sebenarnya sudah dibebaskan dari dakwaan terkait protes anti pemerintah 2013 silam.
Namun, tak lama kemudian rezim Erdogan kembali menangkapnya atas tuduhan terlibat kudeta 2016.
Pengadilan banding kemudian membatalkan pembebasannya dari tuduhan protes 2013.
Pengadilan Turki pada Jumat pekan lalu memutuskan untuk menggabungkan dua kasus yang luar biasa dan menolak permintaan Kavala untuk dibebaskan.
Kavala dituduh oleh Turki bekerja sama dengan Henri Barkey, seorang sarjana Turki terkemuka yang berbasis di Amerika Serikat (AS). Kedua tokoh tersebut dituduh mencoba menggulingkan tatanan konstitusional.
Menurut salah satu dakwaan, Barkey memiliki hubungan dengan jaringan ulama Muslim Turki yang berbasis di AS, Fethullah Gulen, yang menurut Ankara telah mengatur upaya kudeta tersebut.
Gulen menyangkal keterlibatannya dan Barkey mengatakan tuduhan itu adalah “benar-benar rekayasa”.
“Kami juga prihatin warga AS, Dr Henri Barkey, dimasukkan dalam proses pengadilan yang tidak beralasan ini. Kami yakin dakwaan terhadap Dr Barkey tidak berdasar,” kata Deplu AS.
Deplu AS mendesak Turki mematuhi keputusan Pengadilan HAM Eropa pada akhir 2019 bahwa Kavala harus dibebaskan. (ant/dil/jpnn)