UU ITE Didukung Masuk Prolegnas

Kamis 25-02-2021,00:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

JAKARTA-Pasca pemerintah membentuk tim kajian yang membahas pasal karet di UU ITE, usulan untuk masuk prolegnas juga semakin nyaring disuarakan.

Belum ditetapkanya Program Legislasi Nasional 2021, memungkinkan UU Nomor 19 Tahun 2016 ini masuk menjadi prioritas.

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menilai, jika UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) penting untuk direvisi. Menurutnya, dalam penerapan UU ITE kerap menimbulkan polemik hukum. Sehingga layak untuk dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2021.

“Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap UU ITE serta memasukkan revisi UU tersebut ke dalam Prolegnas 2021,” kata Azis, Selasa (23/2).

Menurutnya, polemik hukum terkait kebebasan berpendapat dan belum baiknya literasi digital di masyarakat, telah mengindikasikan munculnya kasus-kasus terkait dengan tafsir hukum karet dalam UU ITE.

Selain itu, penerapan pasal oleh Aparat Penegak Hukum yang belum tepat di lapangan dan berdampak sosial, sehingga pemerintah perlu untuk segera melakukan revisi UU ITE.

“Gaduhnya media sosial dikarenakan UU ITE banyak digunakan oleh masyarakat untuk saling lapor ke kepolisian dan mengakibatkan banyak orang yang sebenarnya merupakan korban dan tidak bersalah justru dilaporkan,\" ujarnya.

2

Azis menilai polemik terhadap UU ITE terlihat pada Pasal 27 ayat 1 dan ayat 3, Pasal 28 ayat 2. Seperti telah diamanatkan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J, dijelaskan bahwa berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Ia menegaskan, perlu dipahami secara yuridis normatif perihal penyebaran informasi selain teori hukum, juga adanya konvergensi dari empat bidang ilmu, yaitu teknologi, telekomunikasi, informasi, dan komunikasi.

Diketahui, pemerintah membentuk Tim Kajian UU ITE untuk menindaklanjuti wacana revisi terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tim terdiri dari tiga kementerian, yaitu Kemenko Polhukam, Kementerian Kominfo, dan Kemenkumham.

“Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan kajian terhadap kriteria implementatif dan rumusan substansi UU ITE, maka Kemenko Polhukam bersama Kementerian Kominfo dan Kemenkumham membentuk Tim Kajian UU ITE yang terbagi dalam dua sub tim,” ujar Menteri Kominfo, Johnny G. Plate.

Sub tim pertama (Tim Perumus Kriteria Penerapan UU ITE) bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering dianggap multitafsir. Sedangkan sub tim kedua (Tim Telaah Subtansi UU ITE) melakukan telaahan atas sejumlah pasal UU ITE untuk menentukan perlu atau tidaknya revisi.

Mengenai pembentukan tim tersebut, Menkominfo mengatakan Indonesia telah memilih mengedepankan prinsip demokrasi Indonesia melalui kebebasan pers, kebebasan berserikat/berkumpul, dan kebebasan menyatakan pendapat.

“Meskipun pasal-pasal UU ITE (27, 28, dan 29) yang dianggap multitafsir telah 10 kali diajukan ke MK dalam rangka judicial review dan hasilnya ditolak. Selalu terbuka kemungkinan dalam rangka menambah, mengurangi, mengubah untuk penyempurnaan UU itu sendiri,” terang Johnny.

Menkominfo juga menekankan Kemkominfo akan fokus menangani kajian dan pedoman pelaksanaan Undang-Undang ITE. “Pedoman pelaksanaan UU ITE ini bukan norma hukum baru, jangan sampai keliru ditafsirkan seolah-olah membuat satu tafsiran terhadap undang-undang,” tandasnya. (khf/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait