Butuh Muatan Lokal dalam Aturan, Pemkot Cirebon Belum Miliki Perda Cagar Budaya

Minggu 28-02-2021,11:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

CIREBON-Rancangan peraturan daerah (raperda) Kota Cirebon sempat menjadi wacana. Namun ditarik. Karena beberapa hal. Perda itu semakin dianggap perlu. Jangan sampai menunggu persoalan, lalu gelagapan karena alasan terbentur aturan.

Kepala Bidang Kebudayaan DKOKP Kota Cirebon, Ida Kurniasih mengatakan, regulasi yang jelas dan pasti mengenai cagar budaya dirasa perlu. Tak sekadar mengandalkan Undang-Undang Cagar Budaya sebagai aturan di atasnya.

“Perda itu kan fungsinya sebagai penjabaran atas peraturan di atasnya. Daerah dapat menambahkan muatan lokal yang belum diatur dengan catatan tidak bertentangan dengan aturan di atasnya, yang saya tahu,” ujarnya kepada Radar Cirebon, kemarin.

Sehingga jika Kota Cirebon memiliki Perda, kata Ida, cagar budaya dapat bisa terakomodir dengan baik. Dalam Perda itu, imbuhnya, bisa ditambahkan muatan lokal yang belum di atur dalam UU Cagar Budaya. Lalu apakah Perda tersebut akan kembali dipikirkan lalu syukur-syukur dirancang? “Semangat itu ada pastinya,” terangnya.

Karena tak ada Perda, katanya, kewenangan Pemkot Cirebon jadi hanya sebatas pengawasan dan pengendalian. Banyaknya Benda Cagar Budaya, menuntut Pemerintah Kota Cirebon harus aktif untuk menjaga dan merawatnya. Bagaimanapun, cagar budaya menjadi salah satu yang melekat bagi Kota Cirebon, yang konon mengusung visi sebagai kota kreatif bersejarah dan berbudaya.

Berdasarkan SK Walikota Nomor 19 Tahun 2001, menetapkan 70 bangunan sebagai Benda Cagar Budaya. Beberapa di antaranya telah berubah secara fisik seperti Masjid Attaqwa. Bahkan beberapa fisik bangunannya sudah tidak ada. Seperti Pabrik Es Lawanggada dan eks Gedung Hotel Grand.

Tak heran jika tidak sedikit budayawan yang merasa prihatin dengan kondisi peninggalan sejarah yang tidak terurus dengan cukup baik. DKOKP Kota Cirebon sebenarnya terus melakukan pendataan terkait kondisi existing cagar yang ada. Bahkan sejak 2019 lalu telah mengusulkan penambahan sejumlah objek yang ditengarai sebagai benda cagar budaya. Ada sejumlah objek yang masuk usulan, baik berupa kawasan, bangunan, makam, hingga kendaraan.

2

“Kita akan mulai melakukan pendataan lagi terkait kondisi cagar budaya di Kota Cirebon. Sebab, ada yang kondisinya cukup kurang baik dan memerlukan perhatian. Termasuk pemasangan plang yang baru. Karena banyak yang kondisinya sudah usang,” ungkap Ida.

Menurut Ida, ada sejumlah BCB sudah masuk kedalam SK Walikota dan SK Menteri Kebudayaan RI. Jumlahnya kurang lebih 70. Selain itu, ada juga yang dikategorikan sebagai diduga Benda Cagar Budaya. Benda yang dikategorikan sebagai diduga Benda Cagar Budaya sendiri merupakan BCB yang telah diusulkan oleh DKOKP, untuk kemudian disahkan oleh SK Walikota yang baru.

Beberapa objek yang telah masuk usulan menjadi BCB antara lain Makam Rambut Syekh Magelung Sakti, SD Pulasaren, Pabrik Tenun Prujakan. Kemudian, Makam Pangeran Suryanegara, Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTS) yang merupakan bekas kantor residen. Hingga Kereta Singa Barong dan Kereta Paksi Naga Liman.

“Kalau kita sesuai dengan tupoksi kita saja. Soalnya kita belum ada Perda Cagar Budaya. Jadi kewenangan kita terbatas. Hanya sampai pengawasan dan pengendalian saja,” kata Ida.

Ada beberapa kriteria bangunan yang bisa masuk cagar budaya. Salah satunya, bangunan tersebut berusia 50 tahun atau lebih, mempunyai nilai sejarah, ilmu pengetahuan, agama dan budaya serta memiliki nilai budaya yang memperkuat kepribadian bangsa.

Di Kota Cirebon, sebagian besar BCB masih dimiliki oleh masyarakat dan swasta. Hanya beberapa cagar budaya saja yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Yakni 18 milik pemerintah daerah dan 7 milik pemerintah pusat. (ade)

Tags :
Kategori :

Terkait