JAKARTA – Mendikbud Nadiem Makarim menegaskan bahwa sudah sejak awal tahun 2021 pembelajaran tatap muka secara terbatas sudah diperbolehkan. Namun penyelenggaraannya dilakukan dengan berbagai prasyarat.
Seperti harus dilakukan pada daerah dengan zona hijau dan kuning. Sementara kewenangannya diberikan Kemendikbud kepada pemerintah daerah masing-masing.
Adapun untuk daerah yang termasuk zona hijau dan kuning dari sebaran Covid-19 sudah diperbolehkan untuk menggelar pembelajaran tatap muka. Namun hingga saat ini di zona hijau hanya 56 persen yang melakukan pembelajaran tatap muka dan pada zona kuning baru 28 persen yang melakukan kegiatan belajar mengajar secara langsung.
Untuk itu, pembukaan sekolah tergantung pada keputusan pemda masing-masing. Sejak Januari 2021, penentuan PTM secara terbatas merupakan hak prerogatif pemda. Pada awal tahun sudah diperbolehkan PTM secara terbatas.
“Bagi orang tua yang tidak menginginkan anaknya tatap muka itu keputusan mereka untuk anaknya masih di rumah, ujung-ujungnya keputusan itu ada di orang tua. Tapi saat guru sudah divaksinasi, sekolah wajib memberikan opsi tatap muka terbatas,” ungkap Nadiem.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sudah berlangsung selama satu tahun, dinilai Nadiem dapat berpotensi menimbulkan dampak sosial negatif yang berkepanjangan. Resiko siswa mengalami putus sekolah juga akan meningkat.
Karena anak terpasa membantu keuangan keluarga ditengah krisis pandemi. Belum lagi adanya penurunan capaian belajar, kekerasan kepada anak, dan risiko eksternal lainnya.
Learning loss yang sifatnya permanen itu akan terus terjadi jika pemerintah tidak segera melakukan tatap muka. Kebijakan ini bertujuan untuk mengakselerasi proses pembelajaran tatap muka di Indonesia.
“Kenyataannya hanya 16 persen yang melakukan pembelajaran tatap muka dan 84 persen sisanya PJJ. Ini harus naik cepat, makanya dengan vaksinasi pendidik dan tenaga pendidikan kita akselerasi PTM di sekolah,” pungkasnya. (khf/fin)