JAKARTA - Kejaksaan Agung memberi sinyal akan memilih opsi deponeering terkait penolakan Peninjauan Kembali (PK) Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah oleh Mahkamah Agung (MA). Namun, institusi penuntutan itu belum berani blak-blakan untuk mengungkapkan nasib dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. Awalnya, Kapuspenkum Kejagung Babul Khoir Harahap memberikan keterangan bahwa Kejaksaan telah menerima salinan putusan dari MA. Selanjutnya, mereka memiliki dua opsi, yakni melimpahkan ke pengadilan atau melakukan deponeering (pengesampingan perkara untuk kepentingan umum). “Hasil rapat tadi (kemarin, red), pimpinan Kejaksaan telah menentukan untuk membentuk tim evaluasi dan pengkajian terhadap putusan MA,” kata Babul kemarin (25/10) siang. Rapat diikuti Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Darmono, para jaksa agung muda (JAM), koordinator staf ahli, dan Kapuspenkum. Penanggung jawab tim itu adalah JAM Pidsus M. Amari. Tim diketuai Sesjampidsus Andi Nirwanto dengan anggota para pejabat eselon II di jajaran jaksa agung muda. “Diharapkan dalam satu minggu tim evaluasi dan pengkajian telah menentukan sikap putusan tersebut,” terang mantan wakil kepala Kejati Sumatera Utara itu. Namun pernyataan lebih tegas tentang sikap Kejaksaan atas penolakan PK SKPP Bibit-Chandra disampaikan JAM Pidsus M. Amari, sekitar 30 menit setelah keterangan Kapuspenkum. “Kalau sikap sudah, diambil, deponering. Satu minggu ini tim akan mempelajari,” kata Amari yang ditemui di Gedung Bundar. Dalam waktu satu minggu, menurut Amari, tim akan mempersiapkan kerja atas tugas yang diberikan Plt Jaksa Agung kepada tim evaluasi dan pengkajian tersebut. “Nanti akan dikaji dulu,” ucap mantan JAM Intelijen itu. Pernyataan itu tak pelak mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Baik yang mendukung maupun yang menolak. Namun petang harinya, Plt Jaksa Agung Darmono meluruskan pernyataan yang dilontarkan Amari. “Rapat pimpinan baru memutuskan bahwa saya segera mengambil langkah dengan membentuk tim untuk melakukan evaluasi secara mendalam atas putusan PK tersebut,” papar Darmono sebelum meninggalkan kantornya. Hasil evaluasi itu yang akan menjadi masukan bagi pimpinan untuk memastikan langkah hukum yang diambil untuk perkara Bibit dan Chandra. Pihaknya masih menunggu dalam waktu satu pekan. “Jadi sampai dengan hari ini kami belum mengambil keputusan seperti itu (deponeering, red),” tutur mantan kepala Kejati DKI Jakarta itu. Bagaimana dengan pernyataan JAM Pidsus M. Amari yang menyebut telah mengambil sikap deponeering? Darmono mengaku telah menegur salah satu pejabat eselon I-nya itu. “Sudah saya tegur, jangan terburu-buru ngambil keputusan dulu. Tunggu tim dulu. Dia sudah minta maaf, saya (Amari, red) keceplosan,” urai Darmono. Darmono menegaskan, pihaknya akan mempertimbangkan segala masukan dari tim evaluasi. “Artinya, dari dua opsi itu, asas manfaat dan mudaratnya mana yang paling menguntungkan untuk kami lakukan,” terangnya. Pernyataan JAM Pidsus M. Amari yang “keceplosan” menyebut memilih opsi deponeering sudah terlanjur menjadi bola liar yang bergulir. Komisi III (bidang Hukum) DPR menolak keras dipilihnya opsi itu. Alasannya, Darmono sebagai Plt Jaksa Agung dinilai tak berwenang untuk mengambil kebijakan deponeering. Usai rapat konsultasi Komisi III dengan pimpinan MA, wakil ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengatakan, deponeering bukan pilihan tepat bagi Kejaksaan. Sebaliknya, kasus Bibit-Chandra harus dibawa ke pengadilan agar ada kepastian status hukum, apakah keduanya bersalah atau tidak. “Agar tidak ada pandangan berbeda terhadap kasus tersebut,” katanya di gedung MA. Komisi III, lanjut dia, akan menolak apabila Kejaksaan tetap nekad men-deponeer kasus tersebut. “Karena itu nanti harus mendapat persetujuan dan pertimbangan dari legislatif, Kejaksaan harus berpikir secara jernih dan jelas,” kata politikus Partai Golkar ini. Di tempat yang sama, anggota Komisi III Gayus Lumbuun berpendapat senada. Menurut dia, hanya Jaksa Agung yang berwenang merilis deponeering. Sebab, dia tidak diangkat untuk menjadi Jaksa Agung, namun hanya diberi kewenangan karena kekosongan kursi Jaksa Agung. “Plt itu diberikan secara atributif. UU tidak mengangkat (Plt Jaksa Agung) tapi memberikan (kewenangan),” katanya. Gayus lebih sepakat bila korps Adhyaksa itu tetap membawa kasus itu ke pengadilan. Namun, dalam sidang, jaksa penuntut umum (JPU) bisa menuntut Bibit-Chandra bebas dengan alasan-alasan tertentu. Misalnya, alasan adanya rantai yang terputus antara Yulianto (orang yang diduga memberi duit suap ke Bibit-Chandra) dan Ari Muladi (orang yang diorder Anggodo Widjojo untuk menyerahkan duit suap). “Dan masih banyak lagi yang menunjukkan bahwa kasus ini tidak bisa dilanjutkan,” katanya. Lagi pula, kata Gayus, alasan kepentingan umum sebagai dasar dikeluarkannya deponeer tidak jelas. Dia mempertanyakan siapa yang mewakili kepentingan umum tersebut. Sebab, masyarakat kini tak lagi bergejolak terkait kasus Bibit-Chandra. Buktinya, saat MA tidak menerima permohonan PK (peninjauan kembali) SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) Bibit-Chandra, tidak ada gerakan penolakan. “Facebookers sudah tidak lagi mendukung dan publik sudah tidak teriak dilakukannya penghentian. Kalau deponir diajukan ke kami, jelas kami akan menolak,” ujar politikus PDI Perjuangan ini. Sementara itu, Ketua MA Harifin Tumpa belum bisa banyak berkomentar terkait wacana deponeering tersebut. Ditemui usai rapat kemarin, dia menilai deponeering merupakan hak kejaksaan. “Karena di aturan, deponeering tidak harus konsultasi ke MA. Kalau ke DPR itu mungkin. Tapi deponeering kan sendiri hak kejaksaan,” katanya. Penolakan Komisi III terhadap rencana deponering ditanggapi keras oleh hakim konstitusi Akil Mochtar. Dia menganggap penolakan itu tidak berdasar. Sebab, deponeer sepenuhnya kewenangan Jaksa Agung. Kendati hanya sebagai Plt, dia menilai Darmono tetap berhak. Sebab, sejatinya Plt Jaksa Agung dan Jaksa Agung tidak ada bedanya. Keduanya memiliki kewenangan sama. “Kalau soal definitif atau sementara itu kan cuma soal administrasi saja. Kalau Plt keluarkan deponering, itu sah,” katanya. Menurut Akil, deponering merupakan pilihan tepat untuk segera mengakhiri polemik Bibit-Chandra. “Daripada menguras energi bangsa yang tidak perlu. Harusnya sejak pertama deponering, tapi masih lebih baiklah daripada tidak sama sekali. Kalau mau adil ya memang harus ke pengadilan tapi (JPU) menuntut bebas,” katanya. Sementara itu dua pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan M Jasin sing kemarin langsung menggelar konferensi pers setelah mendengar langkah kejaksaan agung yang bakal mengambil langkah deponering untuk menyeleisaikan kasus Bibit-Chandra. Jasin mengatakan pihaknya akan menunggu apapun yang akan diambil pihak kejaksaan. “Kami menunggu sampai ada keputusan resmi dari mereka,” terangnya. (fal/aga/iro/kuh)
Elite Kejagung Tak Kompak
Selasa 26-10-2010,07:21 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :