HARGA daging ayam di beberapa daerah merangkak naik. Rata-rata harganya lebih dari Rp 40.000 per kilogram. Padahal, harga normalnya berkisar Rp 36.000 per kilogram. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut kenaikan itu bukan sesuatu yang tidak terprediksi. Sebab, biaya produksi dan harga pakan ayam juga naik.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra menyatakan bahwa naiknya harga daging ayam terpicu mahalnya pakan ternak. Khususnya yang komponen utamanya jagung.
“Kenaikan harga jagung hampir 30 persen,” ujarnya dalam diskusi virtual kemarin (20/4).
Dalam pakan ayam, lanjut Syailendra, sebanyak 45–50 persen kandungannya adalah jagung. Saat ini harga jagung sekitar Rp 4.263 per kilogram.
Saat ini stok jagung pada perusahaan pakan hanya cukup untuk 28–29 hari. Itu jauh dari kapasitas maksimal stok perusahaan pakan yang biasanya aman sampai dua bulan.
“Ada juga anomali. Saat ini sedang panen di beberapa sentra produksi jagung. Tapi, harga jagung naik dari Januari lalu akibat terbatasnya pasokan,” bebernya.
Kendala lain adalah kenaikan biaya produksi akibat mahalnya harga day old chicken (DOC) alias bibit anak ayam. Harganya bertengger pada kisaran Rp 6.000 per ekor.
Perwakilan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Johan mengakui tipisnya pasokan jagung. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa formulasi jagung baru mencapai rata-rata 40 persen untuk seluruh pabrik.
“Padahal, kebutuhan jagung untuk pabrik pakan itu lebih dari 60 persen,” ujarnya.
Terkait hal itu, Asisten Deputi Pangan Kementerian Koordinator Perekonomian Muhammad Saifulloh mengatakan, harga jagung naik akibat tidak stabilnya produk. Selain itu, tidak ada mekanisme cadangan jagung.
Penanaman jagung masih bergantung pada musim. Maka, pasokannya pun selalu berbeda tiap musim panen.(jawapos)