Penyakit TBC Ganggu Produktivitas Negara

Sabtu 24-04-2021,00:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

PENYAKIT tuberkulosis (TBC) sangat mengganggu produktivitas negara. Sebab orang yang terdampak TBC adalah mereka yang berada di usia produktif. Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan penyakit TBC menyebabkan berkurangnya tingkat produktivitas di Indonesia.

“Beban utama bagi negara akibat TBC ini adalah hilangnya produktivitas, karena kelompok usia yang paling terdampak tuberkulosis adalah kelompok usia produktif,” katanya pada puncak peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2021 secara daring, Rabu (24/3).

Menurutnya, penyakit TBC tidak mudah diselesaikan. Sebab penyakit tersebut disebabkan oleh berbagai faktor sosial, seperti kepadatan penduduk, permasalahan gizi, kemiskinan, dan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat.

“Dampak akibat tingginya kasus tuberkulosis di Indonesia jauh lebih besar daripada beban akibat biaya pengobatan TB itu sendiri,” ujarnya.

Merujuk pada data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO), Wapres menyebutkan sebanyak 10 juta orang di dunia masuk dalam kategori penderita kasus baru TBC.

“Indonesia sendiri merupakan negara dengan beban Tuberkulosis tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Cina,” katanya. Kasus penyakit TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 845.000 kasus, dengan angka kematian mencapai 93.000 kasus. Dari kasus tersebut, 32 persen di antaranya masih belum mendapat akses pengobatan dan berpotensi menular.

Oleh karena itu, Wapres Ma’ruf berpesan kepada seluruh pihak terkait pelayanan kesehatan untuk meningkatkan upaya penanggulangan TBC, khususnya di tengah pandemi COVID-19.

“Sesuai perkiraan WHO, kematian akibat TBC akan bertambah 400.000 di seluruh dunia atau setiap jamnya bertambah sekitar 46 orang meninggal, jika keberlangsungan layanan TBC esensial terganggu selama pandemi COVID-19,” ujarnya.

Sementara,  Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prasetyo Widhi Buwono  meminta agar tenaga kesehatan lebih aktif mendiagnosa kasus baru TBC.

“Kita selalu mendorong anggota aktif mendiagnosa menemukan kasus baru dan mengikuti sampai pasien sembuh. Betul ada reward yang harus diberikan kepada tenaga kesehatan berapa SKP (Satuan Kredit Profesi),” katanya

Dengan adanya SKP IDI merupakan bukti keikutsertaan seorang dokter dalam program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). Kredit ini diberikan untuk kegiatan yang bersifat klinis berhubungan dengan pelayanan kedokteran langsung maupun tidak langsung serta kegiatan nonklinis seperti mengajar, meneliti dan manajemen kesehatan.

Dijelaskannya, TBC sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan upaya penanggulangan penyakit itu terhambat pada masa pandemi COVID-19.

Menurut data Kementerian Kesehatan, persentase penemuan kasus TB pada 2018 dan 2019 sekitar 60 persen. Pada 2020, dalam kondisi pandemi, capaian penemuan kasus TB jauh lebih rendah, hanya 30 persen. Kondisi itu menjadi tantangan luar biasa bagi IDI.

“Pasien yang biasanya kontrol dan berobat penyakit menular dan tidak menular, mereka jadi takut untuk berobat. Ini tantangan kita,” katanya.(gw/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait