ICW: Sudah Dirancang sejak Awal

Rabu 05-05-2021,19:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

PENELITI Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut kabar tidak lulusnya sejumlah pegawai KPK dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah dirancang sejak awal.

“ICW beranggapan ketidaklulusan sejumlah pegawai dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal sebagai episode akhir untuk menghabisi dan membunuh KPK,” kata Kurnia dalam keterangannya, Selasa (4/5).

Dikatakan Kurnia, sinyal untuk tiba pada kesimpulan itu terlihat secara jelas dan runtut, mulai dari merusak lembaga antirasuah dengan UU KPK baru. “Ditambah dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, dan kali ini pegawai-pegawai yang dikenal berintegritas disingkirkan,” kata Kurnia.

“Kondisi carut marut ini juga tidak bisa begitu saja dilepaskan dari peran Presiden Joko Widodo dan segenap anggota DPR RI,” sambung dia. Kurnia menyebut, kesepakatan Jokowi maupun DPR justru melahirkan revisi UU KPK yang notabene saat itu mendapat penolakan dari masyarakat, bahkan menimbulkan demonstrasi di sejumlah daerah di tanah air.

“Sebab, dua cabang kekuasaan itu yang pada akhirnya sepakat merevisi UU KPK dan memasukkan aturan kontroversi berupa alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara,” ungkap Kurnia.

Untuk itu, akhirnya kekhawatiran masyarakat atas kebijakan Presiden Jokowi dan DPR yang memilih merevisi UU KPK serta mengangkat komisioner penuh kontroversi terbukti. “Alih-alih memperkuat, yang terlihat justru skenario untuk mengeluarkan KPK dari gelanggang pemberantasan korupsi di Indonesia,\" tegas Kurnia.

Terpisah, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari membeberkan bocoran soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dijalani pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2

Pertanyaan dalam tes itu, menurutnya, janggal dan mengada-ada. Salah satunya mengenai Front Pembela Islam (FPI), hingga pendapat pegawai KPK terhadap program pemerintahan Jokowi.

“Tes berisi hal yang janggal dan mengada-ada. Misalnya pertanyaan terkait FPI dan pendapat pegawai terhadap program pemerintah, padahal pegawai tidak boleh secara etis berurusan dengan perdebatan politik,” kata Feri, Selasa (4/5).

Menurutnya, pegawai KPK tidak boleh menunjukkan dukungan terhadap program pemerintah. Pegawai hanya mengawal program tersebut agar tidak terjadi praktik korupsi. Selain hal tersebut, Feri juga melihat ada tiga permasalahan dari tes alih status pegawai KPK menjadi ANS.

Kejanggalan lainnya ialah tes tidak sesuai dengan Undang-undang 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undanh 30 tahun 2002 tentang KPK. Sebab, tidak terdapat ketentuan mengenai tes alih status. “Keinginan tes lebih banyak dari kehendak pimpinan KPK melalui Peraturan Komisi, sehingga secara administrasi bermasalah,” kata dia.

Selain itu, Feri menilai tes merupakan bentuk kezaliman penyelenggara negara. Sebab, selain dilakukan tidak terbuka sebagaimana tes PNS lainnya, juga dilakukan berulang-ulang kepada pegawai KPK. “Mana ada orang dites berkali-kali seperti pegawai KPK. Apalagi tertutup. KPK kalah dengan lembaga lain yang hasilnya dibuka setelah tes berlangsung,\" kata dia.

Oleh karena itu, Feri menyimpulkan tes tersebut merupakan cara untuk membenarkan pencoretan figur-figur yang sedang menangani perkara megakorupsi. Dia menganggap tes ini hanya menyasar untuk menyingkirkan kasatgas kasus-kasus yang melibatkan para politikus dan orang berpengaruh. (riz/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait