Berpotensi Meletus Lagi

Kamis 28-10-2010,07:00 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

BOYOLALI - Kawasan rawan bencana (KRB) III atau ring I bahaya letusan Merapi diguyur hujan abu kemarin (27/10). Rumah-rumah warga dan pohon di lereng Merapi tampak putih lantaran abu vulkanik. Hujan abu itu terjadi di ujung selatan-barat Kecamatan Selo, tepatnya di Desa Tlogolele, sejak dini hari. Situasi tersebut diduga merupakan dampak letusan Merapi yang lahar panasnya mengalir ke Kali Gendol, Magelang. Desa Tlogolele merupakan daerah perbatasan Kabupaten Boyolali-Magelang. “Jaraknya hanya sekitar 3 kilometer,” kata Kepala Desa (Kades) Tlogolele Budi Harsono. Hujan abu tebal terjadi pada pagi buta. Setelah menginjak siang, sekitar pukul 09.00, hujan abu menipis. Meski demikian, kondisi itu masih sangat membahayakan warga di daerah tersebut. “Warga kami imbau tetap memakai masker,” ujarnya. Sejak pagi, angin berembus ke selatan gunung. Arah asap solfatara mengikuti arah angin. Dilihat dari Pos 2 Pengamatan Merapi Desa Jrakah, Kecamatan Selo, hujan abu tampak jelas, yakni terpisah dari kabut gunung. Meski terjadi hujan abu, erupsi tidak meluncur ke arah wilayah Boyolali. Kali Apu di Desa Tlogolele yang menjadi jalur lahar panas belum terisi. Warga masih melintasi Kali Api seperti biasa. “Kendaraan masih bisa melintas. Kami mengimbau warga lebih berhati-hati. Terutama menjelang malam. Sebab, kami dapat informasi bahwa masih ada kemungkinan letusan susulan,” jelas Budi. Berdasar pengamatan petugas Pos 2 Pengamatan Merapi Desa Jrakah, aktivitas puncak Merapi terhenti pada pukul 09.00 hingga pukul 15.00. Perekam gempa seismograf tidak menunjukkan adanya guguran lava, gempa vulkanik, maupun multiphase (MP). “Mungkin, masih istirahat,” kata salah seorang petugas pengamatan, Purwono. Kemarin siang pengamatan secara visual menampakkan hasil yang sedikit jelas. Meski sering terhalang kabut tebal, bagian asap solfatara yang terus menyembur ke udara terlihat beberapa saat. Semburan asap solfatara tersebut berwarna putih, sehingga tidak membahayakan warga. Purwono menyatakan, hujan abu di Desa Tlogolele mungkin terjadi karena bekas lahar panas yang meleleh terbawa angin. Hal tersebut mengakibatkan hujan abu di lereng Merapi. “Abu vulkanik itu berbahaya. Warga diharapkan tetap mengenakan masker,” katanya. Sehari setelah erupsi, aktivitas Merapi terus menurun. Meski demikian, status awas masih diterapkan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta. Dengan status awas tersebut, dimungkinkan masih terjadi erupsi susulan. Data seismik yang terekam sesaat sebelum letusan di Pos 2 Pengamatan Merapi Desa Jrakah, Kecamatan Selo, menunjukkan interval grafis gelombang yang padat dan berimpitan. Dalam 24 jam kemarin, tercatat 629 guguran, 397 gempa MP, 332 gempa vulkanik, dan empat low frequency (LF). Setelah letusan, kemarin (27/10) mulai pukul 00.00 hingga 06.00, aktivitas Merapi menurun drastis. Hanya tercatat 15 guguran serta 12 kali MP. Aktivitas gempa lainnya, seperti gempa vulkanik, tidak tampak di layar monitor seismik. “Status awas belum dicabut. Mungkin, masih terjadi letusan susulan,” terang Purwono. Dia menyatakan, kondisi Merapi dapat disimpulkan tidak berbahaya jika aktivitas gempa minimal. Setidaknya, tidak terjadi lagi gempa vulkanik, sebab selama masih terjadi gempa vulkanik, Merapi masih menyimpan energi yang cukup besar untuk erupsi. Kubah lava erupsi pada 2006 diperkirakan mencapai dua juta kubik dan mengarah ke utara (Boyolali). Akibat erupsi kemarin, menurut pengamatan visual di Pos 2 Pengamatan Merapi Desa Jrakah, sebagian sudah ambrol dan beberapa masuk ke Kali Senowo, Magelang. Lahar dingin beku tersebut tidak meluncur ke arah Boyolali. (un/jpnn/c12/iro)

Tags :
Kategori :

Terkait