Oleh: Kurniadi Pramono
FINAL 2016 lalu, Didier Deschamps punya peluang besar; hat-trick Prancis di arena Euro. Tatkala menjadi tuan rumah Piala Eropa 1984, pelatih Michels Hidalgo (almarhum) bersama bintangnya, gelandang terbaik, Michels Platini.
Ibarat memberikan secangkir anggur bangsawan kepada seluruh rakyat Prancis, yang sudah kelelahan menunggu gelar resmi selama hampir 100 tahun, sejak sepak bola modern dikenalkan pada Olimpiade.
Sayang, gelar terakhir juara Euro tahun 2000 dari pelatih Roger Lamerre, gagal diulang. Tapi justru 2 tahun kemudian di Rusia, Deschamps malah menggandakan gelar juara dunia menyamai rekor gurunya, Aime Jacquet (1998).
Di mana, kala itu ia sendiri berposisi sebagai pemain jangkar yang mengusung gerakan Zinedine Zinade di lapangan tengah.
Kini, di arena Euro 2020, Deschamps memiliki obsesi terselubung menjadi manajer terbaik dalam sejarah sepak bola Prancis.
Jika dua figur Aime Jacquet dan Roger Lamerre menjodohkan World Cup 1998 dan Euro 2000, kini Deschamps lah yang dijagokan sebagai calon aktor tunggal pemeran Piala Dunia 2018 dan Piala Eropa 2020.
Namun, ketika wartawan mengemukakan hal itu di hadapannya bahkan sebelum Prancis lolos kualifikasi 2019 lalu, buru-buru Deschamps menangkis dengan santun.
“Pekerjaan menjadi pelatih timnas bukan seperti politikus yang dibatasi masa bakti sejak awal. Kapan saja manajer secara profesional bisa dipecat, kertas kontrak kerja sudah mengatur klausul itu,” ujarnya, sangat merendah.
Kalimat syahdu seperti inilah yang membuat lelaki Prancis banyak dicintai wanita di seluruh dunia. Padahal sebetulnya, ia tengah menyindir rekan France ’98-nya, Zinedine Zidane, yang terang-terangan sudah lebih dulu mengemukakan hasratnya, untuk menerima pinangan FFF (Federation Francaise de Football) jika sekiranya dihadiahi kursi pelatih di tim nasional Prancis.
Sebagai catatan, bintang Prancis keturunan imigran Aljazair itu, adalah sosok sempurna pelatih bertangan dingin seperti yang sudah ia buktikan kala mengembalikan Real Madrid sebagai Raja Eropa.
Hampir pasti FFF akan didukung 70 juta rakyatnya untuk nama Zidane. Namun bayangan Zidane hingga saat ini sama sekali tak menghantui Deschamps.
Dan kiprah Prancis yang sudah berada di 16 besar adalah buktinya. Deschamps tetap terampil mengendalikan timnya, kendati secara internal beberapa kali terganggu dalam hubungan antarpemain.