Perajin Tempe Cisambeng Menjerit

Selasa 03-09-2013,09:35 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

*** Sebagian Memilih Berhenti Beroperasi   MAJALENGKA – Para perajin tahu dan tempe di Desa Cisambeng, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, semakin menjerit pasca melambungnya harga kedelai. H Maman Zulkarnain (55) misalnya, perajin tempe asal blok Jumat RT 02 RW 01 ini dibuat kelimpungan dengan naiknya harga bahan baku. Sampai saat ini pihaknya masih belum bisa menyesuaikan harga dengan kondisi saat ini. Pasalnya, sejak dua pekan terakhir harga kedelai sudah menginjak Rp8.500 per kilogramnya. “Saya terpaksa menyiasatinya dengan cara menaikan harga jual tempe. Itu dinilai lebih efektif agar tidak mengalami kerugian yang cukup signifikan,” katanya saat ditemui di kediamannya, kemarin (2/9). Diakui Maman, kenaikan harga kedelai cenderung meningkat drastis. Dari harga normal biasanya hanya mencapai Rp6.500 per kilogram kini sudah naik Rp2 ribu per kilogramnya. Karena kenaikan harga bahan baku tersebut, sebagian perajin tempe tahu di desanya memilih berhenti beroperasi. Alasannya, karena mereka belum bisa menyesuaikan kenaikan harga kedelai. “Ada juga sih yang berhenti sementara membuat tahu dan tempe, tapi tidak semuanya,” katanya. Dijelaskan, pada awal bulan Agustus lalu, pihaknya masih bisa memproduksi tempe sebanyak 1,1 ton per harinya. Namun, kali ini pihaknya maksimal hanya bisa memproduksi sebanyak 1 ton saja. Dari ukuran per gebleg (papan) besar ukuran 60 centimeter x 28 centimeter itu biasa ia jual senilai Rp14.500. \"Dari persentase otomatis pendapatan produksi serta keuntungan dinilai sangat berkurang. Saya harus menyiasati dengan cara bertoleransi dengan perajin lainnya,” katanya. Sementara itu, Santani (32), perajin tahu asal Desa Rancaputat ini memilih berhenti beroperasi sejak tiga hari yang lalu. Penyebabnya, hasil produksi tahu miliknya setiap hari mengalami penyusutan. Tidak hanya itu, faktor naiknya harga kedelai yang terus meroket sejak dua pekan terakhir. \"Sudah tiga hari saya memilih berhenti beroperasi dulu. Nanti kalau harga kacang kedelai sudah normal lagi, baru produksi lagi,\" imbuhnya. Sebelum memutuskan berhenti memproduksi tahu, Santani mengaku naiknya harga kedelai tidak serta merta menaikkan harga jual tahu produksinya. Tapi, dengan cara terpaksa memperkecil ukuran produknya. Hal ini juga dilakukan untuk menghemat harga produksi. Akan tetapi, naiknya harga bahan baku setiap hari membuat dirinya kerepotan hingga berhenti beroperasi. (ono)   Foto: Ono Cahyono/Radar Majalengka SETENGAH BERTAHAN. Para pekerja tempe di Desa Cisambeng, Kecamatan Palasah sedang memproses kedelai yang sudah diragi agar menjadi tempe. Sejumlah pengusaha di desa tersebut mengeluh dengan naiknya harga kedelai.  

Tags :
Kategori :

Terkait