TOKYO - Cheavon Clarke begitu bangga membela negaranta di Olimpiade Tokyo 2020. Pengalaman hidupnya yang berat memberinya motivasi ekstra untuk berjuang menuju puncak.
Cheavon Clarke kini berusia 30 tahun. Dia sudah melewati berbagai macam lika-liku kehidupan.
Pada Juni 2021, petinju kelas berat Britania Raya ini memenangi pertarungan di perempat final Kualifikasi Olimpiade zona Eropa di Paris, sehingga ia berhak menyegel satu tempat di Tokyo 2020.
Akan tetapi, jika ditarik mundur tujuh tahun ke belakang, ia hanyalah seorang pria biasa yang cuma bisa membayangkan tinju di kepalanya.
Saat itu Clarke baru saja tersingkir dari Commonwealth Games 2014 dalam pertandingan pertamanya saat mewakili tanah kelahirannya, Jamaika.
Selepas itu, ia memutuskan berhenti dari dunia tinju, dan mulai menjadi supir truk untuk perusahaan milik ayahnya.
\"Itu (kekalahan) adalah pukulan besar. Dalam hati saya berkata, \'saya sudah muak dengan tinju\'. Saya berhenti bermain tinju selama kurang lebih dua tahun,\"
\"Setiap hari saya harus bangun jam lima pagi untuk mengemudikan truk, dan ternyata itu sulit buat saya. Maka saya meminta mereka untuk menempatkan saya di malam hari, itu jauh lebih baik,\" ujar Clarke kepada Olympics.com dalam sebuah wawancara eksklusif.
Clarke yang sudah mulai merasa nyaman dengan pekerjaan barunya sebagai supir truk kemudian mendapat \"tamparan\" dari teman-teman dekatnya yang merasa ia telah menyia-nyiakan bakat tinjunya.
\"Teman-temanku selalu bilang, saya menyia-nyiakan bakat saya. Saya membuang-buang kesempatan,\" tambahnya.
Pada Desember 2015, Clarke akhirnya memutuskan kembali naik ring tinju. Yang berarti dia harus menggabungkan jadwal latihan tinju yang ketat dengan shift malamnya sebagai pengemudi truk.
Dari situlah namanya mulai bisa berkembang. Clarke dikenal sebagai petinju yang memiliki teknik bertahan mumpuni.
Untuk mengetahui dari mana kemampuan bertahan tersebut berasal, kita hanya perlu melihat masa kecilnya.