ST. PETERSBURG - Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama masih tetap berusaha menggalang dukungan masyarakat internasional dalam forum G-20. Kemarin (6/9) konferensi tingkat tinggi itu berakhir. Namun, perdebatan soal rencana aksi militer AS terhadap Syria masih terus berlangsung. Pada hari kedua pertemuan G-20 kemarin, Washington kembali menegaskan bahwa AS tidak akan memantik perang di Syria. Bahkan, AS tidak menuntut negara-negara sekutu untuk ikut mengirim pasukan ke Syria demi mendukung aksi militer atas Syria. Wakil Penasihat Keamanan Nasional Ben Rhodes menyebutkan bahwa AS hanya butuh dukungan. ’’Kami sadar bahwa tidak semua negara yang hadir di sini setuju dengan kebijakan kami tersebut,’’ ujarnya di hadapan para peserta G-20 di Constantine Palace, Kota St. Petersburg, Rusia, kemarin. Tetapi, AS tetap mengharapkan kerja sama dari masyarakat internasional dalam mereaksi Syria. Hanya, menurut Rhodes, Washington sama sekali tidak mengharapkan dukungan atau kerja sama dari Rusia. Topik tentang Syria memang bukan bagian dari agenda pertemuan tahunan itu. Kendati demikian, rencana aksi militer AS atas rezim Presiden Bashar al-Assad mendominasi konferensi perekonomian tersebut. Isu yang memantik pertentangan antara kubu pro-AS dan pro-Rusia itu menjadi topik yang mewarnai jamuan makan malam Kamis lalu (5/9). Dalam jamuan selama hampir tiga jam tersebut, para pemimpin dunia mengecam pemakaian senjata kimia dalam pertempuran oposisi dan pasukan Syria. Sayangnya, suara mereka terbelah saat mereaksi pemakaian senjata kimia di republik tepi Laut Mediterania itu. Apalagi sampai sekarang, belum ada bukti kuat yang menyatakan bahwa pasukan Assad-lah yang menggunakan senjata kimia dalam pertempuran tersebut. Sebelum jamuan makan malam itu, Obama sudah lebih dulu melobi para pemimpin negara sahabat satu per satu. Salah satunya Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan yang mendukung penuh aksi militer AS atas Syria. Kemarin Obama berdialog dengan Presiden Prancis Francois Hollande yang mengaku siap mengirim pasukan ke Syria untuk mendukung misi AS. Namun, Rusia dan Tiongkok tetap tegas menentang aksi militer AS itu. Dalam pernyataan tertulis mereka, Kementerian Luar Negeri Rusia menyebutkan bahwa aksi militer atas Syria merupakan tindakan yang hanya memicu krisis lebih besar. ’’Itu (aksi militer AS) akan memicu penggunaan senjata kimia dalam skala yang lebih besar, baik oleh pasukan pemerintah maupun oposisi,’’ kata Kementerian. Bersamaan dengan itu, Rusia mengirim kapal perang dengan kargo khusus ke Syria. Kemarin Kapal Nikolai Filchenkov tersebut meninggalkan Pelabuhan Sevastopol di Ukraina. Kapal itu berlayar menuju ke Pelabuhan Novorossiysk di Laut Hitam dan selanjutnya bertolak ke Syria. ’’Di Novorossiysk, kapal tersebut akan memuat kargo khusus untuk dibawa ke Syria,’’ ungkap Kantor Berita Interfax saat mengutip sumber militer. Belakangan, Rusia memperkuat armada mereka di perairan Syria. Dalam waktu dekat, Kapal Penghancur Smetlivy dan Nastoichivy pun akan bergabung dengan armada Rusia yang lain. Saat ini sudah berlabuh Admiral Panteleyev yang merupakan kapal anti-kapal selam beserta tiga kapal induk dan satu kapal pencegat di perairan Syria. Yakni, Alexander Shabalin, Admiral Nevelsky, Peresvet, dan Neustrashimy. Di tempat terpisah, militer AS mengungkap rencana untuk melatih kelompok oposisi Syria. Namun, pelatihan militer itu tidak akan dilakukan di Syria, melainkan di Jordania. Jika Kongres AS merestui rencana tersebut, CIA pun akan kembali terlibat dalam pelatihan itu. Sebagaimana yang sudah terjadi di Irak dan Afghanistan. (AP/AFP/hep/c15/dos)
Bela Syria, Rusia Kirim Kapal Perang
Sabtu 07-09-2013,10:55 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :