CIREBON– Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai ekosistem dan pantai di Kota Cirebon khususnya dan pantura umumnya, sudah sangat kritis. Kondisinya sudah padat tangkap dan mengkhawatirkan. Rumponisasi dan aturan tentang zonasi dianggap menjadi solusi persoalan tersebut. Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap KKP, DR Lilik Supriadi APi MM mengatakan, ekosistem di Kota Cirebon sudah mulai kritis dan padat tangkap. “Sudah membahayakan ikan dan kehidupan laut. Perlu ada solusi aktif,” ujarnya kepada Radar, kemarin. Kondisi seperti itu, ujar Lilik, dapat dilihat dari hasil tangkapan ikan yang menurun. Selain itu, ikan ukuran kecil dengan berat di bawah 1 ons, banyak yang tertangkap. Termasuk pula, ikan hamil muda menunjukan masa reproduksi dan regenerasi semakin cepat. Dalam hal ini, lanjut Lilik, perlu ada perbaikan mendasar dengan pola yang baik. Salah satu langkah tersebut, melalui rumponisasi atau pembuatan rumah ikan dalam melakukan reproduksi. “Rumponisasi sangat bagus. Ini untuk kesejahteraan masyarakat,” tukasnya. Selain dapat meningkatkan pendapatan dengan ikan semakin banyak, rumponisasi turut menjaga kelestarian ekosistem laut Kota Cirebon. Sebab, rumpon dapat memperkaya dan memulihkan sumber daya ikan yang ada. Secara nasional, rumponisasi sudah dikembangkan pada beberapa daerah pantai. Kepala Bidang Keluatan dan Perikanan DKP3 Kota Cirebon Deddy Kusriadi APi menyatakan, pantai pantura memang mengalami kerusakan. Termasuk pula pantai di Kota Cirebon. Karena itu, DKP3 melakukan berbagai upaya perbaikan. Di antaranya, dengan menciptakan rumpon dasar guna kelestarian, mendatangkan induk-induk ikan. Langkah ini, diyakini dapat meningkatkan pendapatan. “Tempat perlindungan ikan sudah tidak ada. Penanaman rumpon dasar menjadi solusi,” terangnya. Setahun lalu, pihaknya menanam fish apartemen (rumah ikan terbuat dari bahan tertentu yang menciptakan terumbu karang). Ini berbeda dengan rumpon dasar. Rumpon dasar, ujarnya, seminggu ditanam sudah bisa dipancing atau diambil ikannya. Sementara Fish apartemen menunggu setahun untuk bisa seperti itu. Upaya lainnya, komitmen nelayan yang menangkap ikan di bawah 1 ons di daerah rumpon atau fish apartemen, dikenakan denda. “Untuk melestarikan, ikan di bawah 1 ons harus di lepas,” tukasnya. Kota Cirebon sebagai percontohan rumponisasi nasional atas rekomendasi dari KKP. Tokoh nelayan nasional, Slamet Al-Puri menjelaskan, program rumponisasi sudah ada sejak tahun 2002 lalu. Tahun 2006, nelayan mendapatkan alat teknologi GPS. Alat ini, digunakan navigasi saat ditengah laut. Sehingga, saat menanam rumpon dasar, nelayan dapat melihat patokannya. “Area lokasi pemasangan rumpon, bisa dicek sampai ke tengah laut sekalipun. Titik koordinat sudah dikunci,” terangnya. Secara ekonomi, rumponisasi meningkatkan pendapatan nelayan. Saat masih memakai jaring, kata Slamet, pendapatan sehari hanya Rp200 ribu. Kali ini, dengan alat lebih canggih dan ramah lingkungan, perhari Slamet dan nelayan Cangkol bisa memperoleh Rp1,8 juta sekali berangkat berlayar. Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kota Cirebon, Ir Dede Achmady menerangkan, tahun 2012 lalu pihaknya telah menyusun zonasi pesisir. Ke depan, akan ada aturan terkait zonasi. Hal ini menjadi penting, untuk melindungi kawasan pesisir dan keseimbangan ekosistem laut agar lebih tertata. Saat ini, ekosistem pantai pesisir menjadi buruk, karena tidak ada aturan yang memberikan hukuman atau sanksi bagi pelanggar. Green belt atau sabuk hijau, menjadi program konservasi. “Dulu kita pernah Tanami mangrove. Kesadaran masyarakat belum maksimal,” ucapnya. Meskipun demikian, upaya pembinaan dan penyuluhan tetap dilakukan. (ysf)
KKP Nilai Ekosistem Pantura Kritis
Kamis 26-09-2013,14:00 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :