Saudi Tarik Dubes dan Larang Impor dari Lebanon

Rabu 03-11-2021,00:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

LEBANON -  Pemerintah Lebanon tertekan. Bukan hanya karena krisis ekonomi yang membelit negara tersebut, tetapi juga di sektor politik imbas komentar Menteri Informasi George Kordahi terkait dengan perang di Yaman.

Tekanan datang dari dalam maupun luar negeri. Saat ini gencar permintaan agar Kordahi mundur saja sejak rekaman wawancaranya mencuat di berbagai media pada Selasa (26/10). Namun, dia menyatakan bahwa statement soal perang Yaman dan peran pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi itu dibuat sebelum dirinya menjabat menteri. Dia juga tidak mau minta maaf.

Salah seorang yang menyerukan agar Kordahi mundur saja adalah Kepala Gereja Katolik Maronit Kardinal Bechara Rai. Dia menegaskan bahwa krisis dengan Arab Saudi dan negara-negara Teluk telah mengancam kepentingan ribuan penduduk Lebanon yang tinggal di sana. Nasib para pebisnis Lebanon yang bergantung kepada negara-negara Teluk juga terancam.

”Kami berharap presiden, PM, dan semua pihak terkait untuk mengambil tindakan tegas. Yaitu, menyingkirkan pencetus masalah yang mengancam hubungan Lebanon dengan negara Teluk,” tutur Rai kemarin (31/10) seperti dikutip The Independent.

Menurut dia, ini dilakukan demi penduduk Lebanon yang tinggal di dalam maupun di negara-negara Teluk. Ratusan ribu penduduk Lebanon tinggal dan bekerja di negara Teluk. Mereka mengirimkan jutaan dolar remiten ke kampung halamannya yang mengalami krisis hampir di semua sektor. Karena krisis finansial, hampir 50 persen penduduk Lebanon berada di garis kemiskinan.

Pernyataan serupa dilontarkan Dewan Bisnis Lebanon-Saudi. Mereka menjelaskan bahwa krisis yang terjadi saat ini berdampak pada perdagangan dan kepentingan ekonomi ribuan penduduk Lebanon di negara-negara Teluk. Karena itu, mereka meminta Kordahi digantikan orang lain.

Banyak pengamat yang menilai bahwa Lebanon adalah tempat perang proxy antara Iran dan Arab Saudi. Iran membantu finansial partai politik Syiah Hizbullah di Lebanon. Iran pula yang menyuplai senjata untuk kalangan Houthi di Yaman yang diperangi Saudi.

Di pihak lain, pemerintah Lebanon juga mendapatkan suntikan dana dari Arab Saudi untuk menjalankan pemerintahan. Saudi selama ini disorot dunia terkait dengan perang di Yaman yang merenggut banyak nyawa penduduk sipil. Namun, rupanya Saudi tidak terima jika yang mengkritik adalah pejabat dari negara yang kerap mereka bantu. Saudi menarik duta besarnya dan meminta diplomat Lebanon di negaranya untuk hengkang. Para diplomat itu hanya diberi waktu 48 jam untuk meninggalkan Saudi. Sebagai bentuk solidaritas, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Bahrain mengikuti jejak Saudi.

Tak cukup sampai di situ, pemerintah Saudi juga melarang impor produk-produk dari Lebanon. Langkah itu diperkirakan mengakibatkan krisis ekonomi yang membelit negara tersebut kian parah.

Sehari sebelumnya, Presiden Lebanon Michel Aoun meminta ada mediasi dengan pemerintah Arab Saudi dan sekutunya. Dia ingin menandatangani perjanjian bilateral dengan negara-negara Teluk sehingga pendapat yang dikeluarkan beberapa orang tidak bisa memengaruhi hubungan diplomatik dan berujung krisis. Sebab, insiden seperti itu beberapa kali terjadi.

Pemerintah Lebanon juga berusaha menggandeng AS untuk bermediasi dengan Arab Saudi. Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati terbang ke Glasgow dalam acara KTT Perubahan Iklim COP 26. Dia diharapkan bisa mencari solusi atas masalah Lebanon dan meminta bantuan dari para petinggi negara yang hadir.

Terpisah, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan menyatakan bahwa pertikaian di tubuh Hizbullah serta dominasi Iran di politik Lebanon menjadi pemicu konflik kedua negara.

”Dominasi Hizbullah di sistem politik Lebanon membuat kami khawatir,” katanya seperti dikutip Agence France-Presse. (sha/c14/ttg)

Tags :
Kategori :

Terkait