KPU Dihadiahi Odol dan Sandal Jepit

Jumat 27-09-2013,11:13 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KUNINGAN – Bersamaan dengan gugatan paslon Rochmat dan Zaman ke Mahkamah Konstitusi (MK), ratusan massa dari berbagai elemen masyarakat turun ke jalan, kemarin (26/9). Mereka yang mengatasnamakan Aliansi Kuningan Peduli Demokrasi (AKPD) melancarkan aksi demonstrasi dengan mendatangi kantor KPUD Kuningan. Pantauan Radar, aksi AKPD dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dengan mengambil titik kumpul di kompleks Stadion Mashud Wisnusaputra. Mereka langsung meluncur ke kantor KPUD Kuningan yang kala itu sudah mendapat penjagaan ketat dari kepolisian dan TNI. Sedikitnya 130 aparat diterjunkan untuk mengantisipasi kekhawatiran kerusuhan. Namun, Koordinator AKPD Fri Maladi sejak awal menjamin tidak akan ada kekerasaan dalam aksi. Dengan menjunjung proses demokrasi yang jujur, adil dan bermartabat, mereka berkeinginan untuk menjaga kondusifitas Kuningan. Sehingga, massa gabungan ormas, LSM, tokoh masyarakat serta kelompok masyarakat nonformal tersebut hanya berorasi dan menggelar teatrikal. Teatrikal yang diperagakan massa berisi sindiran pedas terhadap penyelenggaraan pilkada 15 September lalu. Satu peran dimainkan menggambarkan seseorang punya kuasa dengan banyaknya uang yang dimiliki. Dengan kekuasaan itu, pemeran camat dan kades yang kakinya berat dengan kantong semen pun tak berdaya. Ditambah lagi dengan adanya pemeran Ki Joko Bodo. Massa juga tampak membawa keranda mayat berkain hitam dengan dupa disekelilingnya. Salah satu orator menjelaskan, keranda tersebut memiliki makna matinya demokrasi dan hati nurani. Proses yang seharusnya jujur, adil dan bermartabat mampu dikalahkan oleh praktik-praktik dugaan money politics dan intimidasi. Sekitar satu jam lebih, aksi teatrikal disertai orasi terus menerus berlangsung di halaman kantor KPUD. Mereka mengacungkan poster bertuliskan sindiran cukup pedas. Satu tulisan, misalnya, berkaitan dengan odol yang dibagikan kepada masyarakat pada hari tenang. “Odol buat sikat gigi, bukan sikat suara,” bunyi dari tulisan poster tersebut. Tidak hanya itu, pada poster lainnya terdapat tulisan, “pilkada pesta demokrasi rakyat, bukan pertunjukkan opera sabun”. Ada pula tulisan poster, “demokrasi opera sabun gigi putih nurani KPU hitam.” Poster lain, “suap-menyuap itu biasa bro!! kalau jujur itu baru luar biasa.” Salah satu orator pun meneriakkan sebuah insiden hilangnya berita acara PPK Cigandamekar pada pleno KPU Jumat (20/9) lalu. Menurutnya, seumur hidup di Indonesia, baru pertama kali ditemukan adanya berita acara yang hilang dan diserahkan belakangan. Setelah puas mengeluarkan semua unek-uneknya, massa menyerahkan sebuah parsel berisi odol, sabun, sandal jepit sebelah, antangin dan lainnya. Karena Ketua KPUD Endun Abdul Haq sudah melenggang menjadi anggota KPUD Jabar, parsel tersebut diterima anggota KPUD Kuningan, Hamid SH MH, didampingi dua anggota KPUD lainnya.   “Ini merupakan parsel odol dan sabun yang disingkat dengan Par-Dosa. Hadiah ini sebagai gambaran dari kinerja KPUD yang kami nilai gagal dan harus mundur dan bertanggung jawab, serta meminta maaf kepada rakyat Kuningan,” tandas Maladi. Selain berisi odol dan sabun, parsel tersebut berisi lima jenis barang lainnya. Semuanya mengandung makna yang cukup menohok komisioner KPU. Bahkan seiring dengan penyerahan parsel muncul celetukkan yang memelesetkan KPU menjadi Komisi Pencari Uang. “Kenapa sandal jepit sebelah, karena kami ingin KPUD jangan hanya berdiri di satu kaki. Odol dan sikat gigi agar bisa membersihkan mulut dan tidak mengeluarkan kata-kata yang dapat mencerminkan kepentingan kelompok tertentu. Sabun, untuk membersihkan diri dari kepentingan pribadi. Antangin, untuk menjaga agar tidak masuk angin. Pluit agar berani mengingatkan pelanggaran dan tidak melakukan pembiaran,” papar Maladi saat penyerahan parsel. Dalam menjawab tuntutan pengunjukrasa, Hamid mengungkapkan, bahwa kemerdekaan berpendapat dilindungi undang-undang. Namun tetap harus menjunjung asas praduga tak bersalah. Soal berbagai dugaan pelanggaran, terdapat mekanisme penyelesaian melalui MK. Jika kemudian MK memutuskan untuk digelar pilbup ulang, maka KPUD menyatakan kesiapan. Meski mereka terlihat kurang memercayai ungkapan Hamid, namun massa akhirnya meninggalkan KPUD. Pasalnya terdapat dua titik lain yang hendak dituju, yakni kantor panwaslu dan DPRD. Aksi yang dilancarkan mereka di kantor panwaslu dan DPRD nyaris sama. Tuntutan kepada panwaslu kabupaten misalnya meminta untuk mundur dan menyatakan permohonan maaf pada rakyat. Sementara kepada wakil rakyat di DPRD, mereka meminta untuk mengungkap sinyalemen terjadinya penyimpangan kebijakan daerah yang memanfaatkan kegiatan APBD uuntuk kepentingan pemenangan pilkada pihak tertentu. “Kami meminta DPRD untuk menggunakan hak interpelasinya, serta tetap menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat dengan mengawal kebijakan-kebijakan secara tegas serta menghentikannya apabila kebijakan tersebut dapat mencederai demokrasi dan reformasi,” teriak orator saat berada di halaman gedung dewan. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait