WHO: Omicron Menyebar ke 24 Negara

Sabtu 04-12-2021,00:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa varian baru Covid-19 B.1.1.529 atau Omicron telah menyebar ke 24 negara. Amerika Serikat menjadi negara ke-24 yang Rabu lalu mengumumkan pasien pertama mereka. Beberapa negara yang dilaporkan telah menemukan Omicron, antara lain, Arab Saudi, Korea Selatan, Hongkong, dan Israel.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyebutkan, berdasar informasi WHO yang diterimanya, rata-rata pasien kasus Omicron di negara-negara tersebut bergejala ringan. ”Tapi perlu diingat, meski gejala ringan, tetap harus diwaspadai karena bukan berarti tidak ada konsekuensi serius jangka panjang,” jelas Dicky kepada Jawa Pos kemarin (2/12).

Dia mengatakan, negara-negara di dunia memiliki banyak opsi untuk membendung persebaran Omicron. Mulai menggencarkan 5M sampai memberlakukan pembatasan perjalanan. ”Tentu keputusan pembatasan perjalanan memiliki konsekuensi tersendiri,” ujarnya.

Yang paling penting saat ini, kata Dicky, adalah menguatkan sistem pengawasan (surveilans) untuk melacak pasien Omicron lebih dini. Dicky juga menyatakan bahwa WHO menyimpulkan belum ada urgensi untuk mengembangkan vaksin baru. ”Belum ada bukti kuat bahwa Omicron bisa mengurangi efikasi vaksin,” jelasnya.

Profil lain dari Omicron adalah mutasinya yang mengakibatkan varian itu memiliki kemampuan transmisi lebih cepat. Namun, waktu inkubasinya masih sama dengan varian yang beredar sejauh ini. Belum ditemukan sampel yang terbukti memiliki masa inkubasi lebih panjang.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dibaca dari persebaran Omicron di beberapa negara. Kasus di Arab Saudi, misalnya, semestinya akan berpengaruh pada keputusan umrah. ”Persebaran di Korea Selatan menunjukkan varian ini mulai masuk Asia. Dampak varian ini memang amat luas,” terang Yoga.

Dia menjelaskan, setidaknya ada enam dampak dari Omicron yang saat ini dikhawatirkan banyak orang. Di antaranya, tingkat penularan, kemungkinan perburukan (severity) penyakit, infeksi ulang terhadap para penyintas, dampak terhadap efikasi vaksin, serta penemuan treatment seperti penghambat reseptor interleukin-6 yang bermanfaat untuk menangani badai sitokin serta obat anti peradangan/inflamasi, yaitu kortikosteroid.

2

Ada juga kekhawatiran soal lolosnya varian tersebut dari deteksi tes molekuler seperti PCR dan antigen. Menurut Yoga, varian Omicron memiliki beberapa mutasi di spike protein pada posisi 67–70. Mutasi itu mengakibatkan terjadinya fenomena S gene target failure (SGTF). Artinya, gen S tidak akan terdeteksi dengan PCR lagi. Hal itu disebut juga dengan dropout gen S. ”Untung masih ada gen-gen lain yang bisa dideteksi sehingga secara umum PCR masih dapat berfungsi,” jelas Yoga. Malahan, kegagalan deteksi gen S pada pemeriksaan PCR itu dapat dijadikan indikasi awal untuk mendeteksi apakah sebuah sampel mengandung Omicron atau tidak. Namun, pemeriksaan menyeluruh dengan metode whole genome sequencing (WGS) masih diperlukan untuk memberikan kepastian.

”Kalau kemampuan WGS terbatas, ditemukannya SGTF dapat menjadi semacam bantuan untuk menyaring mana yang prioritas dilakukan WGS,” jelas Yoga.

Hal itu bisa dilakukan jika di suatu daerah ditemukan peningkatan sampel laboratorium yang menunjukkan SGTF. ”Itu mungkin dapat menjadi indikasi sudah beredarnya varian Omicron,’’ terangnya.

Apalagi, kata direktur Pascasarjana Universitas Yarsi tersebut, jumlah pemeriksaan whole genome sequencing di Indonesia perlu ditingkatkan. Berdasar data GISAID sampai 1 Desember 2021, Indonesia baru memasukkan 9.265 sekuens. Padahal, Singapura yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit sudah memasukkan 10.151 sekuens. Afrika Selatan dengan penduduk tidak sampai 60 juta memasukkan 23.917 sekuens serta India bahkan sudah memasukkan 84.296 sekuens. ”Penduduk Indonesia itu kira-kira seperempat penduduk India. Jadi, kalau India sekarang sudah memeriksa lebih dari 80 ribu sampel, seyogianya kita dapat juga memeriksa sekitar 20 ribu sampel,” terangnya.

Sementara itu, Komisi IX DPR mendorong agar pemerintah secara konsisten menjalankan kebijakan khusus untuk mengantisipasi masuknya Covid-19 varian Omicron. Baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebab, saat pandemi gelombang kedua lalu, penerapan kebijakan kurang konsisten.

Omicron di Luar Negeri

Beberapa negara lain mulai mengambil ancang-ancang untuk menghadapi Omicron. Kemarin (2/12) pemerintah Jerman mengumumkan lockdown nasional khusus untuk orang-orang yang belum divaksin. Para pemimpin di Jerman memang mendukung wajib vaksin diberlakukan dalam beberapa bulan ke depan. ’’Orang yang belum divaksin dilarang mengakses segala hal, kecuali urusan penting seperti pergi ke supermarket dan apotek. Itu diberlakukan untuk mencegah penularan virus korona,’’ ujar Kanselir Jerman Angela Merkel.

Kemampuan vaksin Covid-19 yang ada saat ini memang diyakini bakal melemah jika berhadapan dengan Omicron. Mereka yang divaksin akan memiliki gejala lebih ringan dibandingkan yang tidak sama sekali. Jika gejalanya ringan, otomatis pasien tidak perlu sampai dibawa ke rumah sakit. Itu berbeda jika banyak yang sakitnya parah dan ujung-ujungnya membuat semua bangsal di rumah sakit kewalahan.

Tags :
Kategori :

Terkait