PEMERINTAH melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal menaikkan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan atau PBB-P2 dengan besaran paling tinggi sebesar 0,5 persen. Hal itu tertuang dalam UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang telah disahkan DPR RI pada Selasa, (7/12).
Berdasarkan UU HKPD yang diterima FIN.CO.ID, Rabu (8/12/2021), tarif batas atas PBB Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) ditetapkan sebesar 0,5 persen. Adapun saat ini ketentuan tarif PBB-P2 dipatok 0,1 persen sampai 0,3 persen.
“Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5 persen,” tulis Pasal 41 ayat (1) UU HKPD dikutip pada Rabu (8/12).
Dapat dijelaskan, bahwa PBB-P2 berupa pengenaan pajak terhadap lahan dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Namun, hal ini dikecualikan dari kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Tahun pengenaan PBB-P2 adalah berjangka waktu satu tahun kalender. Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari.
Lebih lanjut, RUU HKPD menyatakan dasar pengenaan PBB-P2 adalah nilai jual objek pajak (NJOP). NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit Rp10 juta untuk setiap wajib pajak.
“Dalam hal wajib pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOP tidak kena pajak hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak,” terang Pasal 40 ayat 4.
Seperti diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) dalam Rapat Paripurna. Regulasi itu mengatur tentang kebijakan baru Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Adapun, salah satu tarif pajak yang akan diubah atau naik adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi 0,5 persen dari sebelumnya 0,3 persen. (fin)