Keesokan harinya, Ethan masih masuk sekolah seperti biasa. Membawa tas. Senjata semi otomatis \'9 mm Sig Sauer, dimasukkan ke tas itu. Ethan langsung menuju toilet sekolah. Menaruh tas di situ.
Di kelas, Ethan corat-coret di mejanya. Menggambar: senjata, orang tergeletak, tumpahan darah dan beberapa kalimat. Termasuk \"pikiran tidak berubah. Tolong\".
Artinya: pikiran untuk menjadi penyebab kematian tidak berubah. Tapi kok masih ada kata tolong\'. Apakah pada dasarnya ia ingin berubah pikiran?
Yang jelas Ethan tidak belajar dari teks sang mama. Ia ketahuan lagi: menggambar semua tadi itu. Ethan dipanggil. Demikian juga orang tuanya. Jameslah yang datang ke sekolah.
Sambil menunggu kedatangan sang ayah Ethan minta izin menyelesaikan tugas sekolah. Inilah yang dianggap bahwa Ethan sebenarnya masih anak normal.
Kesimpulan pemanggilan hari itu: Ethan harus dikonsultasikan ke ahli jiwa —dalam 48 jam ke depan. Selesai. Ethan boleh kembali ke kelas di situ. Di SMA Oxford, di distrik Oxford, Michigan, USA.
Tibalah waktu pergantian pelajaran siang. Ketika Ethan menggunakan waktu itu untuk ke toilet: mengambil senjata. Dan menembakkannya.
Pihak sekolah beralasan: semua itu sudah sesuai dengan prosedur. Juga sudah sesuai dengan ilmu penanganan kasus serupa. Termasuk sudah sesuai dengan pelatihan yang didapat.
Alasan itu tidak bisa diterima oleh penggugat. Harusnya, katanya, Ethan sudah dipulangkan. Sehingga kejadian berdarah itu bisa dihindarkan.
Memang pihak sekolah sudah minta James untuk membawa pulang sang anak. Tapi James tidak mau. Kok pihak sekolah tidak memaksa.
Apalagi, sehari sebelum itu, ternyata Ethan sudah posting di medsos: \"Saya adalah kematian, penghancur dunia. Sampai besok, Oxford\".
Itu pula yang membuat orang tua Ethan ikut jadi tersangka. Senjata itu dibeli orang tua Ethan empat hari sebelumnya. Masih baru. Gres. Sebagai hadiah Natal bagi sang anak.
Sang ibu juga mengantar Ethan berlatih menembak. Di tempat pelatihan. Anak umur 15 tahun memang boleh memegang senjata api: hanya di lokasi latihan menembak.
Mengapa nilai gugatan ini begitu tinggi? Bukankah si penggugat hanya luka di leher? Dan adiknya hanya kaget ketakutan?
Rupanya si penggugat jengkel: perjuangan membatasi kepemilikan senjata selalu gagal. Alasan keamanan selalu kalah. Gugatan ini diniatkan untuk menemukan alasan bisnis: dengan membayar sangat mahal mereka akan berhitung.
Uang bisa jadi lebih penting dari nyawa: di negara kapitalis. (Dahlan Iskan)