Indonesia memang bisa lebih bangga: perbedaan kaya-miskinnya tidak semencolok Tiongkok –berdasarkan indeks Gini. Tapi mengejar pemerataan itu, di sana, bisa lebih mudah: kekayaan yang akan dibuat merata itu ada. Cukup. Banyak. Berlebih.
Maka di Tiongkok –masih di kalangan terbatas-- kini beredar istilah seksi: 99 persen vs 1 persen. Itu bukan dalam konotasi negatif. Tidak seperti di Indonesia: khususnya soal isu 1 persen penduduk menguasai 59 persen tanah negara (Disway 16/12).
Di Tiongkok, isyu itu lebih menyangkut pemahaman umum: di mana posisi negara. Di atas yang 99 persen atau di atas yang 1 persen.
Itu pun tidak dalam arti konfrontasi. Tidak ada pembenturan antara 99 persen itu dan 1 persen itu.
Yang 99 persen pasti diurus oleh negara. Pun yang 1 persen. “Negara berada di atas 100 persen,“ rakyatnya.
Berdasarkan kajian di sana, 99 persen rakyat itu sebenarnya tidak punya banyak keinginan. Yang penting terjamin dasar-dasar kehidupan: pangan, sandang, papan. Ditambah pendidikan. Ditambah lagi kesehatan.
Selebihnya adalah keinginan. Keinginan itulah yang ditunggangi ambisi dan kerakusan. Lalu: ambisi dan kerakusan itu yang merusak kehidupan. Yang pula bertentangan dengan tujuan hidup manusia. Pun bertentangan dengan filsafat hidup Konghucu.
Tapi menjadi kenyataan juga bahwa –berdasar kajian itu– terdapat 1 persen penduduk yang genius. Yang tidak biasa-biasa saja. Yang mampu menciptakan apa pun yang bisa membuat kehidupan lebih mudah.
Lapisan kecil itu pula yang bisa membuat kemajuan di segala bidang. Termasuk di bidang ekonomi dan teknologi.
Maka penting sekali mengakomodasikan yang satu persen itu. Jangan dimusuhi. Tapi juga tidak seharusnya diciptakan iklim agar yang 99 persen ikut-ikutan bergaya 1 persen itu.
Intinya: jangan sampai 99 persen rakyat yang keinginannya biasa-biasa saja itu dirangsang untuk punya keinginan berlebihan. Akhirnya terjadi kerakusan sosial.
Bumi cukup untuk menghidupi kebutuhan seluruh umat manusia. Tapi tidak akan cukup menghidupi kerakusan sejumlah saja penghuninya. (Dahlan Iskan)
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.