Ada Stasiun Kereta Api di Sumedang?

Selasa 11-01-2022,22:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

Tanjungsari- Papan bertuliskan TANDJOENGSARI 885 tampak samar di tembok bangunan di Jalan Staat Spoors, Kecamatan Tanjungsari. Bangunan itu kini difungsikan sebagai Gedung Juang 45 Tanjungsari.

Gedung merupakan bekas stasiun kereta api pada masa pendudukan Belanda di akhir abad 19. Bangunan itu terletak tidak jauh dari Alun-alun Tanjungsari di ketinggian +855 meter. Stasiun Tanjungsari, dulunya merupakan bagian dari proyek jalur perlintasan kereta api Belanda yang menghubungkan wilayah Rancaekek, Jatinangor, Tanjungsari, Citali hingga ke Sumedang.

\"Iya kalau kata orang tua sih, Gedung Juang 45, katanya bekas stasiun kereta api,\" ungkap Doni, warga setempat jalan Staat Spoors, Atau lebih dikenal Jalan SS

Doni, menceritakan kereta yang melintas ke Tanjungsari dulu diperuntukan untuk membawa hasil bumi dari wilayah Tanjungsari, Jatinangor menuju Rancaekek, seperti di ketahui Jatinangor dulunya merupakan Area hijau dengan bukti peninggalan menara Loji memara pengingat waktu para pekerja perkebunan

\"Konon kereta itu buat mengangkut hasil perkebunan, Jatinangor sampai Tanjungsari,\" jelas Doni

Disebutkan Dalam buku Indische Spoorweg Politiek atau Politik Perkeretaapian Hindia (S.A Reitsma,1925), bahwa jalur Rancaekek,Jatinangor, Tanjungsari, Citali hingga ke Sumedang merupakan jalur yang dibangun untuk memperkuat pertahanan Belanda di pulau Jawa.

Pada tahun 1917/1918, Jalur Rancaekek hingga Jatinangor sudah dioperasikan. Sementara untuk jalur Jatinangor hingga Citali hampir selesai pengerjaannya. Jalur kereta api yang direncanakan sampai hingga Sumedang nyata mengalami kendala, jalur dari Citali ke Sumedang memiliki medan yang cukup menantang seperti banyaknya jurang dan pegunungan. Ditambah lagi, Pemerintah Hindia Belanda kala itu sedang mengalami krisis keuangan.

2

Dalam membangun jalur Citali-Sumedang, sedikitnya diperlukan anggaran sebesar 4,5 juta gulden. Anggaran itu, belum termasuk anggaran persiapannya sebesar 500 ribu gulden. Jika jalur Sumedang selesai dibangun maka akan dilanjutkan untuk pembukaan jalur Sumedang - Kadipaten, Majalengka. Lalu, jalur penghubung antara Bandung dan Cirebon.

Jalur Citali hingga Sumedang batal dibangun,lantaran faktor keuangan, juga akibat keburu masuknya era penjajahan Jepang di Indonesia. Jalur kereta api tersebut akhirnya di non aktifkan sekitar tahun 1942 dan rel nya di bawa oleh penjajah Jepang untuk membuat jalur Kereta Api Saketi- Bayah yang ada di provinsi Banten, Karena Penjajah Jepang menganggap kali Sumedang tidak terlalu penting.

Atep Kurnia, penggiat literasi perkeretaapian saat membahas sejarah jembatan Cincin di kawasan Jatinangor, disebutkannya bahwa jembatan Cincin merupakan bagian dari rencana pembangunan jalur kereta api dari Rancaekek hingga ke Sumedang.

Rencana jalur kereta api hingga sampai ke Sumedang itu batal dibangun akibat adanya krisis keuangan di Pemerintahan Hindia-Belanda.

\"Pembangunan jalur simpangan ke Tanjungsari, sebenarnya diniatkan hingga Sumedang tetapi karena terkendala keuangan jadinya berhenti di Tanjungsari,\" ungkap Atep.

Jalur kereta api Rancaekek-Sumedang dan jalur kereta api Bandung-Ciwidey merupakan jalur kereta api yang sudah direncanakan sejak lama pada masa itu.

\"Sejak akhir abad ke-19 sudah banyak pihak swasta yang mengajukan konsesinya tetapi selalu ditolak pemerintah (Hindia-Belanda),\" terang Atep sambil menyebutkan bahwa jalur kereta api Rancaekek-Sumedang dibangun dengan tujuan untuk kepentingan ekonomi dan militer Pemerintah Hindia-Belanda.(kga)

BACA JUGA:

Tags :
Kategori :

Terkait