Ups... Ternyata ini masih belum tentang teman karib saya di Bali itu.
Ini masih tentang BDL. Ini karena di forum BDL itu saya terperangah. Rapat kerjanya begitu \'\'liar\'\'. Saya seperti menghadiri kebaktian di gereja Mawar Sharon: sebentar-sebentar menyanyi.
Lagu-lagunya riang-gembira. Ada yang joget segala. Yakni ketika lagu dangdut Mendung Tanpo Udan berkumandang. Saya ikut joget sekadarnya: lagu itu –dan gerakan itu– ada di rangkaian senam-joget saya.
Di sela-sela lagu itu Soeryo mendeklarasikan perubahan nomenklatur manajemen BDL. Jabatan CEO ia hapus: diganti Camat. Jabatan direktur juga hilang: diganti Kades.
Sebutan manajer diganti Kadus (kepala dusun). Dan manajer di bawahnya diganti dengan jabatan mantri.
Semua disambut dengan gembira. Tepuk tangan. Nyanyi lagi.
Saya sampai kehilangan angin ketika harus jadi pembicara berikutnya di raker itu. Saya berpikir sejenak: sebenarnya, kegembiraan itu timbul karena perusahaan maju, atau sebaliknya: perusahaan maju karena dikerjakan dengan gembira.
Saya minta bantuan dirut Batik Air untuk maju. Wisnu pasti bisa menjawab dengan baik. Saya perhatikan isi sambutannya sebelum saya: Wisnu pintar sekali.
Orang-orang di ruang itu memanggilnya kapten. Saya pikir itu karena ia kapten pilot. Ternyata Wisnu double kapten. Di samping pilot pesawat komersial –ia biasa menerbangkan Airbus 320– Wisnu juga kapten TNI-AU –sebelum memilih pensiun muda dari kemiliteran. Ia alumni Akabri. Demikian juga ayahnya –pensiun ketika berpangkat bintang satu TNI-AU.
Dilihat sesapuan Wisnu tidak menggambarkan sosok imajinatif seorang dirut. Apalagi dirut perusahaan sebesar Batik Air. Orang akan menyangkanya sebagai penyanyi rap.
Badannya kurus, rambutnya tidak ditata, lengan baju kausnya digulung sampai dekat ketiak, celana jeans-nya robek-robek di lutut, dan anting-antingnya berkedip-kedip. Konon banyak tato pula.
Tapi saat berbicara terlihat benar kedalaman ilmu dan literaturnya. Selera humornya juga sangat baik. \"Saya doakan BDL tidak bisa lebih maju lagi,\" katanya menyentak.
Wisnu memang baru saja melihat yang pertama: peserta raker tepuk tangan sampai tiga menit untuk merayakan kemajuan. \"Kalau lebih maju lagi saya takut disuruh tepuk tangan 1 jam,\" katanya.
Wisnu bisa bicara sangat detail dan mendalam soal ini: bagaimana perusahaan penerbangan harus bisa efisien. Di mana saja efisiensi bisa dilakukan. Bagaimana memilih jenis pesawat yang lebih efisien sebelum membelinya.
Termasuk hubungan jumlah roda dengan kemampuan landasan. Maka Wisnu tidak sedang guyon ketika menjawab pertanyaan saya tadi. \"BDL maju karena dikerjakan oleh mereka yang berhati gembira. Gembira yang membuat maju,\" katanya.
Saya pun ingat kata-kata doktor ahli tafsir Quran yang menjabat gubernur NTB dua periode: Tuan Guru Bajang.