SLIYEG – Sampai saat ini, tercatat sekitar 300 warga desa Majasari tengah mengadu nasib di luar negeri. Ratusan warga yang memilih bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu, berharap dapat memperbaiki kehidupannya beserta keluarga. Pemerintah Desa Majasari kemudian mengambil langkah agar dapat menginventarisir keberadaan TKI dan terus memfasilitasi komunikasi antara para TKI dan keluarganya di kampung halaman. Salah satu upaya nyata itu diwujudkan dengan membangun rumah Internet. Melalui rumah internet, diharapkan keluarga atau calon TKI mendapatkan informasi yang lengkap dan tidak menjadi korban kejahatan perdagangan manusia, penyiksaan atau pelecehan seksual. Keluarga para TKI sering melakukan aktivitas di dalam rumah internet, untuk mencari informasi terkait kondisi anggota keluarganya yang mengadu nasib di perantauan. Dijelaskan Ketua Community Base Organization (CBO) Zulfikar, Aas Adiwijaya, keluarga TKI juga dapat berkomunikasi dengan berbagai layanan jejaring sosial yang disediakan penyedia jaringan internet. Selain digunakan sebagai akses informasi, program CBO juga dapat membantu para pahlawan devisa itu untuk mengelola keuangan dari hasil keringat mereka. “Sebenarnya ada banyak hal yang dapat dilakukan melalui berbagai program organisasi berbasis masyarakat atau CBO ini. Sebagai contoh, saat ini saja terdapat 30 TKI aktif dan mampu berjualan di dunia maya untuk memutar atau mengelola keuangan mereka,” jelas pria yang juga pernah menjadi buruh migran itu. Keluarga TKI juga bisa memanfaatkan layanan skype untuk menghubungi anggota keluarga mereka yang tengah bekerja di luar negeri. Setiap bulannya, bonus akan diberikan penyedia jaringan yang bisa dimanfaatkan keluarga TKI untuk berkomunikasi melalui panggilan video tersebut. Menurut Aas, langkah nyata dalam perjuangan melindungi buruh migran untuk memperoleh informasi sangat penting. Hal itu karena selama ini TKI terkesan sebagai sasaran empuk oknum yang tidak bertanggung jawab. Sehingga para TKI kerap ditipu agen penyalur tenaga kerja. Terlebih Kabupaten Indramayu yang dikenal sebagai salah satu kantong terbesar pengiriman TKI selain Cilacap Jawa Tengah dan Banyuwangi Jawa Timur. Sementara itu, Kuwu Majasari, Wartono SPd MSi mengatakan saat ini pemerintah desa telah mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 3 Tahun 2012, tentang Tenaga Kerja Indonesia asal Majasari. Perdes diharapkan mampu melindungi warganya mulai dari pemberangkatan, saat bekerja di luar negeri, hingga kembali ke kampung halaman. Dalam peraturan itu disebutkan, bahwa semua calon TKI wajib dating mengurus sendiri berbagai dokumen yang diperlukan ke balai desa sebagai pusat pemerintahan desa. Saat calon TKI datang, sebagai kepala desa ia ingin berdialog langsung dengan warganya yang hendak mengadu nasib itu. Bahkan keluarga calon TKI bersama perwakilan agennya turut dilibatkan dalam pembicaraan tersebut. “Kita semua tentu berharap, pengiriman calon TKI dapat dilakukan dengan tertib. Sehingga ketika ada persoalan, kita akan mudah memperoleh informasi terkait keberadaan TKI terkait,” paparnya. Terkait rumah internet yang didirikan di Majasari, Wartono berharap warganya lebih mandiri setelah sekali bekerja ke luar negeri. Sehingga niat menjadi TKI untuk kedua kalinya dapat dipatahkan, karena mereka telah mengikuti program pemberdayaan dan dapat membuka usaha sendiri. Seperti melalui pemasaran produk secara online melalui media internet. Selain itu, diberikan pelatihan untuk penanganan kasus, kewirausahaan, dan pengelolaan rumah internet. (cip)
Fasilitasi Komunikasi TKI dengan Keluarga
Sabtu 19-10-2013,11:50 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :