Bukan Menolak Tapi Selektif

Kamis 25-11-2010,07:54 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Siang itu, matahari bersinar cukup terik. Tapi, semangat masyarakat tidak terbendung dengan cuaca panas dan medan yang cukup berat. Gambaran situasi itu terjadi dalam pengerjaan proyek cek dam di kampung Benda Kerep, Kelurahan Argasunya. Tokoh masyarakat pun berujar “tak ada yang tertinggal bila tak ditinggal” kalimat itu menjadi representasi rasa syukur masyarakat terhadap proyek yang mampir ke kampung mereka. TIDAK tanggung-tanggung, pemerintah mengalokasikan Rp2,9 miliar untuk pembangunan cek dam di Sungai Kali Lunyu. Sungai yang membelah kampung Benda Kerep dengan RW 7 Sumurwuni ini kerap kali meluap dengan ketinggian hampir 3 meter setiap kali di hulu terjadi hujan deras. Keselamatan masyarakat tentu saja menjadi sangat mengkhawatirkan, maklum saja sungai itu memang tidak dibangun jembatan untuk hilir mudik masyarakat dari Benda Kerep menuju Sumurwuni dan sebaliknya. Keresahan selama bertahun-tahun ini akhirnya berujung bahagia. Rasa syukur masyarakat seolah tidak terbendung, sampai-sampai di sela pelaksanaan proyek tokoh masyarakat dan pelaksana proyek melakukan syukuran sederhana. Istilah lokal masyarakat Benda Kerep disebut bancakan, alias makan bersama dengan menu seadanya sebagai wujud rasa syukur. Bancakan ini merupakan swadaya masyarakat yang bertahun-tahun memang menginginkan adanya proyek tersebut. “Sudah puluhan tahun Mas. Setiap tahun kita membuat cek dam sama selimut beton sendiri. Tapi setahun juga ambrol,” ujar Ketua RW 7 Sumurwuni, Irfan (34). Menurut Irfan, setiap tahunnya warga urunan untuk membangun cek dam dan selimut beton meski hanya sederhana. Konstruksinya hanya terdiri dari batu-batu yang ditumpuk, kemudian dicampur semen untuk perekat. Tiap tahunnya ada tiga selimut beton yang dibuat, tetapi umurnya memang tidak panjang. Singkatnya umur cek dam ini boleh jadi dikarenakan aliran sungai yang sangat deras ketika banjir kiriman. Wartawan koran ini diperlihatkan video amatir yang direkam warga saat Sungai Kali Lunyu meluap. Melihat rekaman video tersebut, tentu sangat logis ketika selimut beton yang dibuat warga tak sampai satu tahun sudah rontok. “Ya saya sih bersyukur sekali ada proyek ini. Ngeri kalau lihat sungainya lagi banjir,” tutur Irfan. Syukuran yang dilaksanakan di atas sungai tersebut, kata dia, juga untuk mensyukuri nikmat dari Allah yang diberikan kepada masyarakat. Dengan adanya proyek tersebut yang pekerjanya 90 persen masyarakat lokal, masyarakat mendapatkan berkah berupa pekerjaan dan penghasilan, meski sifatnya cuma sementara. Direktur PT Mustofa Karya, Yudi Lisman mengatakan, proyek pembangunan cek dam dan selimut beton tersebut akan berakhir pada 13 Desember mendatang. Spek teknis untuk proyek tersebut, panjang cek dam yang mencapai 132 meter diharapkan dapat mengamankan warga dari bahaya banjir, dengan kekuatan fondasi yang lebarnya 2,2 meter diharapkan cek dam tersebut dapat tahan lama. Yudi mengakui, aliran Sungai Kali Lunyu memang tergolong sangat deras ketika hujan di hulu turun. Bahkan, saat pengerjaan proyek dilakukan, sebuah mesin cor sempat terseret gelombang. Bahkan sebuah back hoe pun bisa terseret kalau aliran sedang dalam masa puncaknya. “Kalau hujan, ya terpaksa kita berhenti. Alirannya kencang sekali,” tutur dia. Menurutnya, mengerjakan proyek di kawasan ini memberikan suasana yang eksotis. Masyarakat lokal dengan kulturnya mensyukuri pengerjaan proyek tersebut. Selain mesyukuri kelahiran proyek yang dianggap sangat membawa manfaat masyarakat Benda Kerep ini, Ahmad tokoh muda setempat juga mengatakan, rencana bancakan datang setelah empat hari terakhir hujan tidak turun, arus besar air sungai Kali Lunyu pun tidak ada. Ini praktis sangat memudahkan para pekerja proyek di lapangan dalam menyelesaikan tugasnya. “Kalau boleh senang, kami sebenarnya sekarang sedang senang sekali Pak,” ungkapnya. Keberadaan proyek ini, kata Ahmad, diharapkan dapat mengatasi persoalan yang sudah bertahun-tahun belakangan kerap terjadi. Yakni labilnya kontur tanah di kanan dan kiri bibir sungai. Mengikis sedikit demi sedikit tanah tebing yang ada di kanan kiri sisi sungai. Sudah lebih dari 35 rumah yang hanyut saat air sungai meluap dan mengalir deras. Tidak hanya itu, bangunan-bangunan yang jauh dari sungai pun terkena dampaknya, yakni retak-retak. “Selain rumah warga, ada juga pondok pesantren, rumah dan musala Kiai Aleh, sudah hanyut, hilang tak berbekas. Pernah juga terjadi 3 santri Kiai Aleh hanyut karena derasnya air sungai,” ungkapnya. Ahmad menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah, dan menjadi harapan perhatian masih terus dapat diberikan. Karena tidak ada daerah yang disebut tertinggal kalau tidak ada yang meninggalkan. Pembangunan di kota, juga pembangunan di sini. “Benda Kerep juga kan bagian dari kotamadya, jangan sampai istilah itu berganti menjadi kampungmadya,” selorohnya. Ketika ditanya apakah masyarakat Benda mulai dapat menerima program pembangunan pemerintah, Ahmad mengatakan sebenarnya dari dulu sudah menerima, hanya difilter. Hanya diterima sesuai kultur budaya dan tingkat kebutuhan masyarakat.  (yuda sanjaya/suhendrik)

Tags :
Kategori :

Terkait