Rupiah Merosot di Level Terendah

Sabtu 30-11-2013,10:16 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Pelemahan tajam rupiah dalam beberapa hari terakhir mulai memantik kekhawatiran banyak pihak. Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter pun berupaya mendinginkan pasar. Gubernur BI Agus Martowardojo berjanji, BI akan terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Salah satunya, dengan melakukan intervensi di pasar uang. “Kita ingin jelaskan, kalau BI ada di pasar, kita akan lihat, dan mengambil langkah-langkah intervensi yang diperlukan,” ujarnya kemarin (29/11). Menurut Agus, intervensi pasar merupakan salah satu cara untuk meredam fluktuasi rupiah. Namun, selain itu, BI juga merespons depresiasi rupiah dengan bauran kebijakan seperti makroprudensial, maupun penyesuaian tingkat suku bunga acuan BI Rate. “Agenda BI adalah menjaga sistem keuangan kita stabil,” katanya. Agus menyebut, tekanan rupiah dalam beberapa pekan terakhir dipicu oleh banyak hal. Selain faktor eksternal berupa rencana pengurangan stimulus quantitative easing (QE) oleh bank sentral AS, juga karena efek seasonal atau musiman akhir tahun. “Mungkin investor-investor global banyak yang sudah ingin cuti liburan dan menutup posisinya,” ucapnya. Yang dimaksud menutup posisi adalah melepas portofolio investasi dalam bentuk rupiah dan mengalihkannya ke dalam denominasi USD yang dinilai lebih aman. Sementara itu, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, dirinya meyakini jika BI tidak akan membiarkan rupiah melemah terlalu tajam. Caranya, melalui intervensi di pasar ketika rupiah menembus level 12.000 per USD. “Ini memberi confidence (kepercayaan) di pasar bahwa memang ada yang menjaga (rupiah),” ujarnya. Kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) di pasar spot valas kembali ke level di bawah 12.000. Data kompilasi Bloomberg menunjukkan, kemarin rupiah ditutup di posisi 11.965 per USD, menguat 53 poin atau 0,44 persen dibanding penutupan Kamis (28/11) di posisi 12.018 per USD. Ini merupakan penguatan terbesar terhadap USD dibandingkan seluruh mata uang utama Asia Pasifik lainnya. Sementara itu, nilai tukar rupiah berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) menunjukkan, rupiah kemarin ditutup di posisi 11.977 per USD, melemah 47 poin dibanding penutupan sehari sebelumnya yang di posisi 11.930 per USD. Ini merupakan level terendah sejak 18 Maret 2009. Ketika itu, rupiah ada di posisi Rp 11.979 per USD. Dengan posisi saat ini, maka sepanjang tahun ini (year-to-date), rupiah sudah melemah 2.292 poin atau 23,66 persen dibanding posisi awal tahun yang di level 9.685 per USD. Menurut Chatib, tekanan pada rupiah masih kuat seiring rilis data pemerintah AS yang menyebut angka pengangguran lebih rendah dari perkiraan. Ini memberi sinyal pemulihan ekonomi di AS makin baik dan itu berarti kemungkinan tapering off oleh The Fed menjadi kian nyata. “Selain itu, dari sisi internal, rupiah juga tertekan karena kebutuhan valas untuk pembayaran utang sangat tinggi, sampai USD 6,3 miliar,” katanya. Dalam kondisi seperti ini, BI memang dinilai perlu memberi sinyal ke pelaku pasar bahwa bank sentral tidak akan tinggal diam melihat depresiasi rupiah. Ini penting agar pelaku pasar tidak makin getol berburu dolar AS (USD) dan melepas aset dalam denominasi rupiah. Ekonom DBS Group Holding Ltd Gundy Cahyadi dalam keterangan resminya menyatakan, sebenarnya arus modal ke Indonesia saat ini cukup bagus. Dia menyebut, sejak Agustus lalu, kepemilikan asing di surat utang negara (SUN) naik USD 3 miliar, jauh melebihi dana asing yang keluar dari pasar saham yang besarnya sekitar USD 600 juta. “Masalahnya saat ini pasar ragu apakah pemerintah bisa memperbaiki defisit transaksi berjalan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi,” ucapnya. Saat ini, pasar masih menunggu data fundamental seperti realisasi ekspor impor yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada pekan depan. “Sampai ada berita bagus dari neraca dagang, sentimen pasar pada rupiah masih akan suram,” jelasnya.   SBY PANTAU RUPIAH Merosotnya nilai tukar rupiah segera mencuri perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, SBY terus memonitor perkembangan nilai tukar rupiah dan aktivitas ekonomi regional. Orang nomor satu di Indonesia itu pun menginstruksikan para menteri untuk fokus bekerja, khususnya terkait paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan pemerintah. \"Presiden kembali terus meminta para menteri fokus bekerja, untuk menyukseskan reformasi struktural, yang tidak hanya terkait nilai tukar rupiah, namun juga memberikan stimulus kepada dunia usaha. Pemerintah kan telah meluncurkan 17 paket kebijakan, agar itu dijalankan oleh para menteri,\" papar Firmanzah di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin (29/11). Menyoal melemahnya nilai rupiah, Firmanzah menekankan bahwa Presiden SBY menginstruksikan agar hal tersebut segera dievaluasi. SBY pun menegaskan untuk fokus pada mempertahankan daya beli masyarakat. \"Presiden menginstruksikan agar kita terus memonitor mata uang regional. Memang yang menjadi fokus, yakni menjaga daya beli masyarakat sehingga tidak terganggu, investasi terus mengalir,\" jelasnya. Sebenarnya, lanjut Firmanzah, pemerintah juga melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi pelemahan terhadap nilai tukar rupiah. Di antaranya, pemerintah terus berkoordinasi dengan beberapa pihak terkait, seperti otoritas moneter, pengawasan industri keuangan, penjamin simpanan, Kemenkeu dan Bank Indonesia (BI). \"Kita terus berkomunikasi, ada bagian fiskal dan bagian moneter BI,\" lanjutnya. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu mengakui bahwa kebijakan menaikkan BI rate beberapa waktu lalu, cukup berdampak pada pertumbuhan ekonomi domestik. Namun, dia menekankan, hal tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi dan stabilisasi nilai tukar rupiah. Di samping itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan lain. \"Kebijakan \"untuk mengurangi impor diesel dengan bauran biofuel harus dilakukan,\" ujarnya. (owi/gal/ken)

Tags :
Kategori :

Terkait