Fenomena bahkan menarik perhatian lembaga yang concern dengan isu lingkungan seperti Greenpeace Indonesia. Menurut mereka, Arab Saudi yang kini sebagain menjadi hijau, tidak kelas dari krisis iklim.
BACA JUGA:Kapolda Papua Bantah Mako Brimob Kota Raja Diserang Pendukung dan Simpatisan Lukas Enembe
BACA JUGA:Waduh! Gegara Merekam Presiden Sudan Selatan Ngompol Saat Pidato, 6 Jurnalis Ditahan
"Ini sebelumnya tidak pernah terjadi. Hujan di jazirah Arab yang biasanya 2-3 hari per tahun, dua bulan ini hujan turun hampir setiap hari dengan curah hujan yang tinggi," tulis keterangan Greenpeace Indonesia.
Hujan ini memberikan dampak tumbuhnya vegetasi di beberapa daerah di Arab Saudi. Selain itu, hujan juga menyebabkan banjir tinggi di Arab.
"Lagi-lagi, belum pernah terjadi di Arab Saudi. Artinya perubahan cuaca ekstrem akibat krisis iklim benar-benar berdampak besar pada lingkungan," demikian disampaikan Greenpeace Indonesia, melalui laman resmi mereka yang dikutip radarcirebon.com, Rabu, 11, Januari 2023.
"Apakah ini tanda akhir zaman atau bukan, tugas kita hanya selalu menjaga Bumi sebaik-baiknya dengan memilih pilihan yang ramah lingkungan," tulis keterangan itu.
BACA JUGA:Tempat Munculnya Dajjal Berdasarkan Penjelasan Nabi Muhammad, Tanda-tanda Akhir Zaman
BACA JUGA:Polres Indramayu Bekuk Pembobol Sekolah Beraksi di 37 TKP, Dua Penadah Ikut Tangkap
Dikutip dari Islamic Information, curah hujan tinggi di Arab Saudi memang terjadi sejak Desember 2022. Hal itu yang memicu bertumbuhnya vegetasi di kawasan gurun yang ada di Jeddah, Madinah dan Mekkah.
Kendati demikian, pemandangan hijau tersebut hanya sementara. Sebab, setelah memasuki musim kemarau, akan kembali tandus seperti sedia kala.
Sebab, umumnya Arab Saudi adalah negara gersang dengan iklim gurun yang tandus. Karenanya, curah hujan di sana hanya berkisar antara 2 sampai dengan 3 hari per tahun.