BACA JUGA:3 Napiter Bernama Abu, Ikrar Setia Kepada NKRI di Lapas Kelas 1 Cirebon
Dilanjutkannya, dari komunikasinya dengan pihak kontraktor, ia kemudian mengetahui ada fee proyek yang disampaikan kepada Sunjaya.
“Saya waktu itu komunikasi dengan kontraktornya, namamya kalau tidak salah Harto,” ujar Maryono.
“Katanya sudah disampaikan langsung ke bupati terkait kewajibannya, jumlahnya 5 persenan. Saya sendiri tidak ikut menyerahkan, hanya mendengar dari kontraktornya saja bahwa sudah diserahkan," sambungnya.
Selain Maryono, pengakuan serupa juga datang dari E Rusmana, mantan Kepala Bapelitbangda di era Sunjaya.
Ia menyampaikan bahwa ada proyek pekerjaan fisik rehab kantor. Dari keterangan pemenang tender, fee tersebut sudah disampaikan langsung kepada Sunjaya Purwadisastra.
“Informasi dari kontraktor sudah disampaikan langsung kepada bupati (Sunjaya, red). Kami di dinas hanya administrasi saja, tidak pernah tahu urusan fee proyek," bebernya.
BACA JUGA:Daftar 136 Tempat Penukaran Uang Baru di Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan, Cek di Sini
Keterangan serupa juga dibacakan oleh Jaksa KPK atas BAP Wawan, mantan Kepala BKAD.
Terkait proyek rehab kantor di BKAD, juga fee proyeknya disampaikan ke Sunjaya. Wawan sendiri saat ini sudah meninggal dunia.
Dalam BAP Wawan, kontraktor sempat mau menyerahkan fee tersebut kepada dirinya, namun ditolak karena Wawan tidak mau berurusan dengan hal seperti itu.
Sidang Sunjaya sendiri masih akan panjang karena akan ada 230 saksi yang dimintai keterangannya di pengadilan. Saksi adalah mayoritas ASN aktif dan pensiunan serta rekanan proyek.
Sebelumnya, dalam dakwaan, jaksa KPK mendakwa Sunjaya melanggar Pasal 12 huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Sunjaya didakwa telah menrima gratifikasi dan suap senilai Rp64,2 miliar selama menjabat Bupati Cirebon pada 2014-2018.
Juga tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan modus menempatkan uang Rp23,8 miliar di 8 rekening berbeda, serta membeli aset tanah dan bangunan senilai Rp34,997 miliar dan kendaraan senilai Rp2,1 miliar.