Swing Voters Masih Tinggi

Sabtu 11-01-2014,12:03 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Rentang waktu yang tersisa menuju pemilu legislatif (pileg) pada 9 April 2014 harus dimanfaatkan betul oleh partai-partai politik peserta pemilu. Sebab, peluang terjadinya perubahan elektabilitas partai masih terbuka seiring dengan masih tingginya angka pemilih mengambang (swing voters). Hasil terbaru survei nasional yang dilakukan Indo Barometer menunjukkan, tingkat party ID atau kedekatan seseorang dengan partai politik masih sangat rendah, yakni 21,9 persen. Itu berarti mayoritas pemilih (78 persen) adalah pemilih mengambang. “Mereka bisa pindah partai sewaktu-waktu,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari dalam paparannya di Jakarta. Survei yang dilakukan pada 4-15 Desember 2013 itu menunjukkan, kedekatan dengan partai politik hingga tiga bulan sebelum pileg yang paling tinggi adalah PDIP (33,8 persen). Kemudian, diikuti Partai Golkar (25,5 persen) dan Partai Gerindra (12,2 persen). Qodari mengatakan, peluang terjadinya perubahan elektabilitas partai bisa terjadi karena “serangan udara”, yakni iklan atau berita politik lewat media, khususnya televisi. Selain itu, “serangan darat”, yakni lewat kegiatan partai, anggota partai, dan calegnya di masyarakat. “Serangan udara dan serangan darat partai politik bisa mengalami eskalasi atau justru penurunan,” jelasnya. Berdasar kinerja partai tiga bulan sebelum pileg, menurut survei Indo Barometer, frekuensi melihat iklan dan berita politik di televisi yang paling banyak adalah Golkar (90,4 persen). Lalu, disusul Gerindra (81,2 persen), PDIP (76,8 persen), Hanura (76,4 persen), dan Demokrat (71,3 persen). Sementara itu, partai atau caleg yang pernah melakukan kegiatan dengan masyarakat secara berturut-turut adalah Golkar (29,7 persen), PDIP (23,5 persen), Gerindra (12,7 persen), Demokrat (11,5 persen), dan PKS (11,2 persen). Faktor lain adalah Joko Widodo (Jokowi) yang belum mendapat kepastian untuk dicalonkan sebagai presiden sebelum pemilu legislatif, baik oleh PDIP maupun partai lainnya. Efek gubernur DKI Jakarta itu berpengaruh karena merupakan figur yang banyak dipilih dalam survei. Jokowi juga dianggap pantas jadi presiden di semua partai dengan gradasi persentase masing-masing partai. Survei Indo Barometer menunjukkan, jika Jokowi dicalonkan sebagai capres PDIP, suara PDIP akan meningkat menjadi 35,8 persen. Sementara itu, Golkar mendapat 15,8 persen suara, Gerindra 7,9 persen, dan Demokrat 4,6 persen. Jika tidak dicalonkan PDIP, konfigurasinya adalah Golkar (20,8 persen), PDIP (19,6 persen), PKB (9,6 persen), Gerindra (7,5 persen), dan Demokrat (5,8 persen). Bagaimana jika Jokowi dicalonkan pasca pileg? “Jika itu yang terjadi, PDIP tidak mendapat manfaat dari efek Jokowi,” katanya. Peneliti LIPI Siti Zuhro mengatakan, seharusnya yang dilihat tidak hanya efek Jokowi terhadap elektabiltas partai, tetapi juga tokoh-tokoh potensial lainnya. Atau jika efek Jokowi memang tinggi, survei seharusnya menanyakan juga dampaknya kalau Jokowi tidak dicapreskan. Menurut dia, saat ini banyak tokoh yang potensial menjadi pemimpin bangsa. Namun, Siti mengakui, sosok Jokowi cukup media darling sehingga banyak dikenal publik. (fal/c6/fat)

Tags :
Kategori :

Terkait