KUNINGAN - Polemik biaya nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) yang sempat menjadi bola panas kini mulai menemui titik terang. Menurut pengakuan Kepala KUA Jalaksana Imam Mutawakkil MSi, penghulu se-Indonesia telah melakukan audiensi dengan menteri agama pada akhir Desember 2013 di Jakarta terkait regulasi penghulu menghadiri pernikahan di luar KUA. “Saat itu kata Pak Menteri, rancangan peraturan pemerintah (PP) tentang biaya nikah sudah ada di meja beliau, siap untuk ditandatangani jadi usulan PP,” ujar Imam, kemarin (14/1). Dalam rancangan PP itu menurut imam, terahir diketahui dari statemen M Yasin, irjen Kemenag yang diliput di berbagai media berupa multitarif biaya nikah yang akan menjadi payung hukum bagi KUA dalam pelayanan nikah. Alternatif tarif tersebut antara lain, gratis bagi orang miskin, Rp50 ribu nikah di KUA, Rp400 ribu nikah di luar KUA dan Rp1 juta bagi yang acara pesta nikahnya di gedung pertemuan. “Sebenarnya asosiasi penghulu (APRI, red) mengusulkan single tarif biaya nikah Rp500 ribu. Tapi kita tunggu saja PP biaya nikah jadinya berapa, kami manut saja,” ungkapnya. Yang terpenting, lanjut Imam, segera ada payung hukum yang jelas agar KUA ada kepastian hukum dan masyarakat mendapatkan kepastian layanan nikah. Karena saat ini dalam PMA 11 pasal 21, yang diberikan wewenang untuk menerima atau menolak permohonan menikah di luar KUA atau hari libur adalah Pegawai Pencatat Nikah (PPN/kepala KUA). “Jadi bila ada kepala KUA menolak menghadiri pernikahan di luar KUA, ataupun setuju menghadiri di luar KUA, keduanya sesuai aturan,” kata Imam. Saat ditanya apakah KUA Jalaksana siap menghadiri pernikahan di hari libur, ia mengatakan, dirinya tidak keberatan untuk memenuhi permohonan calon pengantin tersebut. “Sebenarnya kami berharap masyarakat dapat melakukan akad nikah di KUA agar para penghulu terhindar dari sangkaan menerima gratifikasi. Tapi bila perencanaan tempat dan waktu akad sudah ditentukan oleh kedua keluarga, sehingga tidak dapat diubah Insya Allah kami siap,” jawab Imam. Tentang pernyataannya tempo hari yang hendak menolak menikahkan di luar KUA dan di luar jam kerja, dijelaskan kembali olehnya. Diakuinya, beberapa bulan terakhir menjadi bulan ujian terberat dan traumatik bagi KUA. Saat itu, imbuh Imam, pihaknya bingung ke mana lagi harus mengadu. “Kemenag yang mengajukan solusi sejak Februari 2013 tentang pembiayaan transpor untuk penghulu, katanya mentok di Kemenkeu. Sementara amplop (transport, red) pengganti bensin dari masyarakat, menurut KPK tidak boleh diterima karena gratifikasi. Bahkan satu kepala KUA di Jawa Timur diproses hukum karena amplop tadi,” bebernya. setelah ada pertemuan antara KPK, Kemenag, Kemenkeu, Menkokesra dan Bapenas, ia merasa lega. Terlebih lahir kesepakatan bahwa ahir Januari 2014 harus ada regulasi biaya nikah. “Maka setelah itu kami menyatakan kembali siap menikahkan (calon pengantin, red) di hari libur. Karena moratorium bukan tujuan, tapi regulasi yang jelas dan komprehensif tentang pencatatan nikah bisa segera keluar, itu tujuan utamanya,” pungkas Imam. (ded)
Februari, Biaya Nikah Multitarif
Rabu 15-01-2014,11:13 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :