Lima Tumpeng ini sebagai simbol. Satu Tumpeng Indung dan empat Tumpeng yang merupakan kiriman dari empat penjuru lembur.
Ada pula lebih dari 3.200 nasi pincuk yang dibagikan kepada warga yang turut hadir.
Suasana Babarit terasa sakral karena diiringi gamelan dan kacapi suling, diselingi dengan musik Tarawangsa.
Lalu dipadukan dengan tarian empat penari tari kendi air, dengan narasi dari Juru Kawih yang menyatat hati.
Acara tradisi babarit diakhiri dengan acara makan-makan seluruh masyarakat yang hadir bersama para pejabat Pemkab Kuningan.
Aksi rebutan nasi pincuk oleh warga yang menyaksikan babarit tak terelakkan.
Penjagaan ketat petugas Satpol PP pun tak bisa menghentikan serbuan warga yang menginginkan tumpeng yang disediakan pemerintah.
Bagi yang tidak kebagian, panitia kemudian membagikan nasi pincuk hasil sumbangan SKPD, kecamatan, BUMD dan perbankan yang ada di Kabupaten Kuningan.
Tak hanya itu, pemerintah juga membagikan 2.000 paket beras untuk masyarakat yang hadir.
Bupati Kuningan H Acep Purnama mengungkapkan, upacara adat Babarit merupakan tradisi khas masyarakat Sunda Kuningan.
Tradisi ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah diberi selama ini sekaligus memohon perlindungan dari berbagai bala dan marabahaya.
Selain itu, Babarit yang juga terdiri dari kata Babar yang berarti lahir, kata Acep, merupakan suatu bentuk syukuran peringatan Hari Lahir Kabupaten Kuningan yang kini menginjak usia 525 tahun.
"Babarit merupakan bagian wujud syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diturunkan sehingga saat ini Kabupaten Kuningan sudah berusia 525 tahun," ungkap Acep.
Pada kesempatan tersebut, Bupati Acep juga memohon pamit kepada masyarakat Kabupaten Kuningan.