JAKARTA - Anggota Aliansi Masyarakat Sipil (AMS) untuk Pemilu Serentak Hamdi Muluk menyatakan bahwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tidak dapat disalahkan terkait lambannya pembacaan putusan uji materi (judicial review) Undang-Undang (UU) Pilpres hingga 10 bulan. Menurutnya, Mahfud hanya numpang mampir dalam pembuatan putusan tersebut. \"Kalau Pak Mahfud saat 26 Maret 2013 baru rapat permusyawaratan hakim (RPH) lalu 1 April 2013 sudah turun. Jadi menurut saya dia dalam hal ini tidak bisa kita salahkan,\" kata Hamdi dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat kemarin (25/1). Pakar psikologi politik Universitas Indonesia (UI) tersebut justru mempertanyakan peran hakim konstitusi pasca Mahfud keluar dari MK dalam pembuatan draft putusan UU Pilpres tersebut. \"Jadi yang menjadi pertanyaan saya adalah ketika seharusnya Mahfud tidak di MK lagi, dia serahkan ke ketua yang baru dan RPH-nya sudah ada. Sebenarnya tinggal dibacakan saja,\" ujar Hamdi. Selain itu, adanya tiga hakim konstitusi baru yang baru hadir pada saat pembacaan putusan UU Pilpres beberapa waktu lalu, juga menjadi pertanyaan tersendiri di benaknya. \"Pertanyaannya apakah hakim baru tersebut juga ikut memutuskan atau tidak? Patut kita curigai,\" pungkasnya. Dia juga menambahkan bahwa hakim konstitusi dalam kasus ini terbukti kurang jeli dalam menangani putusan yang prioritas yang ada di mejanya. \"Padahal kita menganggap ini tidak kalah krusialnya dengan Pilkada, malah ini lebih penting karena menyangkut bangsa ini secara keseluruhan,\" cetusnya. Lebih jauh, dia menduga adanya upaya sistematis yang dilakukan hakim konstitusi untuk menggagalkan Pemilu 2014 berlangsung secara serentak. \"Kita tidak boleh berburuk sangka. Tapi faktanya ada upaya sistematis atau sengaja ditahan-tahan sampai 10 bulan,\" ungkapnya. Sementara itu, ketika ditanya apa langkah-langkah yang diambil oleh AMS untuk memperoleh jawaban dari kejanggalan putusan MK tersebut, Hamdi mengatakan bahwa hingga saat ini, AMS belum mendiskusikan hal tersebut. \"Sejauh ini teman-teman belum mendiskusikan apakah ada langkah baru. Jadi sementara begitu dulu. Tapi kami juga bertanya-tanya sebenarnya kenapa putusan ini lama sekali,\" ucap pria kelahiran Padangpanjang, Sumatera Barat 31 Maret 1966 tersebut. Kendati kecewa dengan lambannya pembacaan putusan uji materi UU Pilpres, Hamdi mengatakan bahwa dirinya tetap menghormati putusan hakim konstitusi tersebut. \"Sebenarnya kita puas karena pendapat kita dibenarkan karena memang sesuai dengan konstitusi, akademik, dan akal sehat. Cuma apa boleh buat, tetap ada unsur kekecewaan,\" imbuhnya. Terpisah, Aktivisi AMS Effendy Ghazali menyatakan, pasca putusan itu, banyak pertanyaan kepada dirinya terkait molornya waktu yg diambil MK untuk membacakan putusan permohonannya. \"Banyak yang menanyakan, apakah saya akan mengadukan hakim MK ke dewan etik,\" ujar Effendy dalam pesan singkatnya kemarin. Menurut Effendy, jeda satu tahun memang terlalu lama bagi MK untuk mengambil keputusan. Namun Effendy secara pribadi telah memutuskan untuk tidak mempersoalkan kelalaian MK itu. \"Saya tidak akan membawa atau melanjutkan apapun ke dewan majelis atau institusi apapun,\" kata Effendy. Effendy menambahkan, keputusan itu juga sudah dia tanyakan ke pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin. \"Yang bersangkutan juga menyatakan tidak. Jadi bisa dipastikan, saya sudah bersyukur dan ikhlas tidak akan mengambil langkah apapun,\" tandasnya. (dod/bay)
Mahfud MD Tidak Bisa Disalahkan
Minggu 26-01-2014,13:29 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :