JAKARTA - John Jerome Grice terus diburu polisi. Dia digadang-gadang menjadi otak pembuatan paspor atasnama Sony Laksono. Paspor tersebut, digunakan Gayus Tambunan berplesiran selama mendekam di dalam rutan Brimob Kelapa Dua. Di Indonesia, John menjalankan usaha jasa dengan bendera PT Integro Capital Partners. Perburuan bakal semakin seru setelah kantor John di Wisma Metropolitan II Jalan Jendral Sudirman ternyata sudah tutup akhir 2009 lalu.
Tias petugas resepsionis dari Wisma Metropolitan 2 melalui telepon menjelaskan, kantor yang disewa oleh John di lantai enam itu sudah tutup sekitar satu tahun yang lalu. Ia menjelaskan, dalam kantor yang disewa warga berkebangsaan Amerika kelahiran California 16 Mei 1970 itu, juga ditempati dua orang karyawan lainnya. “Sekarang masih kosong. Untuk sementara sambungan telepon langsung ke operator,” kata dia.
Tias menjelaskan, ia tidak terlalu mendalami aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di bawah bendera PT Integro Capital Partners tersebut. Dia mengatakan, hal itu adalah privasi dari pihak penyewa. Tetapi, ia mengetahui sekilas jika PT Integro Capital Partners bergerak dalam bidang pengurusan dokumen-dokumen. Termasuk juga pembuatan paspor, izin usaha, serta jasa pembuatan visa tinggal sementara bagi warga asing yang bekerja di Indonesia.
Jejak PT Integro Capital Partners juga terendus dalam catatan dokumen Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). PT Integro Capital Partners didirikan atas bantuan notaris (DS). Izin berdirinya perusahaan ini keluar pada 2008.
Keberadaan PT Integro Capital Partners juga terlacak di kawasan Jalan Kesatrian X Nomor 5 Matraman, Jakarta. Di kawasan yang menyatu dengan perumahan prajurit dan pensiunan TNI AD itu, PT Integro Capital Partners bekerjasama dengan PT Tyara Consultant. Menurut beberapa keterangan warga setempat, perusahaan jaringan PT Tyara Consultant itu terdengar asing.
“Di sini tidak ada PT (perseroan terbatas). Yang ada distributor elpiji tapi bukan PT,” ujar salahsatu supir ojek yang mangkal di mulut Jalan Kestarian X. Di kawasan Jalan Kesatrian X sendiri, terdapat puluhan rumah bernomor 5.
Melalui nomor ponsel yang terpampang dalam website PT Tyara Consultant, penelusuran berlanjut ke Tomi. Dia adalah orang yang menjalankan PT Tyara Consultant. Tomi mengaku, sudah bekerja di bidang jasa pengurusan visa dan dokumen-dokumen kependudukan lainnya sejak 15 tahun. Rinciannya, empat tahun ikut orang, dan sebelas tahun berdiri sendiri.
Tomi menerangkan, dirinya dalam satu tahun bisa membuatkan visa untuk orang asing yang bekerja di Indonesia sampai tujuh hingga sepuluh visa. Dia mematok harga rata-rata Rp7 juta untuk satu visa tinggal sementara. “Masa berlakunya cuma satu tahun. Kalau habis mereka buat lagi ke saya,” terang dia.
Nah, dalam perjalanannya Tomi mengaku kenal dengan orang yang bernama John dari temannya seprofesi. Perkenalan ini dimulai pada Mei 2008. Saat itu, John dalam keterangan visa tinggalnya di Indonesia berprofesi managing director (direktur pelaksana). “Dia (John) tidak bisa ngomong bahasa Indonesia,” terang Tomi. Dia juga menyebutkan, perawakan John cukup besar dan berkulit hitam.
Dalam perkenalan lebih lanjut, pembagian tugas pun terjadi. Dalam beberapa kesempatan, PT Tyara Consultant menerima order dari PT Integro Capital Partners. Dalam sistem kerjanya, Tomi yang turun melakukan pengurusan dokumen-dokumen itu ke instansi terkait. “Kami menjalankan usaha jasa resmi. Tidak ada yang palsu,” kata dia.
Tomi mengatakan, pada Mei 2009 hubungan antara ia dengan John mulai merenggang. Pemicunya adalah, John mulai menurunkan harga yang dipatok Tomi. “Saya tidak terima,” kata dia. Selain itu, Tomi juga mengatakan John meminta diuruskan visa tinggal sementara yang menyalahi aturan hukum di Indonesia.
Saat itu, John meminta diuruskan visa tinggal sementara dengan jabatan sebagai direktur. Menurut Tomi, jabatan dalam level tersebut, tidak diperbolehkan di negeri ini. Padahal, saat itu Tomi sudah menggenggam data-data yang diperlukan dari John. “Saya tidak berani melanggar aturan. Dokumen itu saya kembalikan ke dia” kata Tomi.
Selain itu, Tomi juga mengatakan sudah menghubungi kenalannya di bagian pengawasan orang asing, di Ditjen Imigrasi. Menurut temannya tersebut, orang asing tidak bisa membuat visa tinggal sementara untuk bekerja dalam kedudukan sebagai direktur utama. Waktu itu, dalam visa tinggal sementara yang dipegang, John tercatat bekerja sebagai managing director.
Terkait pengurusan paspor orang Indonesia yang ingin ke luar negeri, Tomi mengatakan sudah jarang menerima order. Ia menyebutkan, selain karena sepi peminat, proses pembuatan paspor langsung ke Kantor Imigrasi juga mudah. “Memang jarang sekali saya membuatkan paspor untuk WNI,” papar dia.
Tomi tidak mau berkomentar terkait posisi John yang disangkutkan dengan kasus plesiran Gayus ke luar negeri, dengan menggunakan paspor aspal (asli tapi palsu). Meskipun kenal dengan John, ia mengaku tidak terlalu intensif mengamati klien-klien John. “Tidak ada itu (kaitan dirinya dengan paspor Gayus, red). Kalau ketemuan (dengan John), banyak di luar gedung (Wisma Metropolitan 2),” aku Tomi.
Di bagian lain, Badan Intelijen Negara (BIN) bersuara soal tudingan Gayus tentang keterlibatan agen CIA dalam kasusnya. Kepala BIN Sutanto menilai pernyataan Gayus tersebut sebagai hal yang mengada-ada. “Jangan percaya hal yang mengada-ada. Sudah tahu semua jawabannya,” kata Sutanto usai mengikuti sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, kemarin (20/1).
Ditanya tentang kemungkinan BIN menyelidikinya sebagai sesama badan intelijen, Sutanto menjawab singkat. “Polisi dong yang menginvestigasi,” ujar mantan Kapolri itu.
Keraguan atas tudingan yang dilontarkan Gayus juga muncul dari Jaksa Agung Basrief Arief. Itu terkait dengan tudingan tidak dijeratnya jaksa Cirus Sinaga karena bisa membuka kasus yang melibatkan Antasari Azhar. “Apa iya seperti itu hubungannya,” ucap Basrief dengan nada bertanya.
Menurut Basrief, pernyataan Gayus masih bersifat cerita dan perlu dibuktikan. “Tapi ada bukti atau tidak, harus dibuktikan ya,” kata mantan wakil jaksa agung itu.
Dia mengungkapkan, Kejaksaan telah menyerahkan penanganan jaksa Cirus kepada penyidik Polri. Sehingga pihaknya belum bisa mengambil sikap karena proses penyidikan masih berjalan. Meski begitu, menurut Basrief, terhadap Cirus sudah dikenai sanksi tegas dengan mencopot dari jabatan struktural sebagai asisten pidana khusus Kejati Jateng.
Sanksi pemberhentian sementara akan dikenakan terhadap Cirus jika dia sudah duduk di kursi pesakitan pengadilan alias menjadi terdakwa.
Sementara itu, Menkum HAM Patrialis Akbar juga mengaku tidak tahu tentang John Jerome Grice yang disebut sebagai agen CIA. Meski begitu, Patrialis mengatakan telah memerintahkan Dirjen Imigrasi Bambang Irawan yang baru dilantiknya untuk mengusut tuntas kasus lolosnya Gayus ke luar negeri itu.
Hasil pemantauan di imigrasi, lanjutnya, John Jerome sudah tidak berada di Indonesia. Dia meninggalkan Indonesia melalui pintu imigrasi Bandara Soekarno-Hatta beberapa bulan lalu. “Kalau ke mana, saya tidak mau jawab. Pokoknya ke luar Indonesia saja,” kilahnya.
Di tempat yang sama, Kapolri Jenderal Timur Pradopo menegaskan, penyidik akan menuntaskan penyidikan kasus paspor asli tapi palsu yang digunakan Gayus dengan nama Sony Laksono. “Semua informasi keterlibatan, termasuk permasalahan paspor, yang mendapatkan paspor, akan kita usut tuntas,” kata Timur.
Penyidik juga terus mengembangkan hasil pemeriksaan penyidik terhadap saksi-saksi. “Sekali lagi itu kan pengakuan Gayus. Tentunya kita harus melengkapi saksinya, fakta hukum dan alat bukti untuk membuktikan keterangan Gayus,” urai mantan Kapolda Metro Jaya.
Tidak hanya itu, penyidik juga menindaklanjuti putusan hakim PN Jaksel terkait pasal penyertaan yang melibatkan atasan Gayus di Ditjen Pajak. Namun hal itu masih menunggu putusan inkraht (berkekuatan hukum tetap). “Keterkaitan dengan turut serta, kalau hasil vonis ada kekuatan hukum yang tetap tentunya akan kita tindak lanjuti,” kata Kapolri.
Sementara itu Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi kemarin mengungkapkan bahwa berdasarkan keterangan para ahli, foto yang terpasang di paspor Guyana milik Gayus adalah otentik.
Namun Ito belum berani benar-benar memastikan apakah paspor tersebut benar-benar asli atau palsu. “Kan belum ada wujud aslinya,” kata Ito di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di sela acara Rapat Pimpinan Polri 2011.
Nah, untuk membuktikan asli atau tidaknya paspor bernama Yosep Morris yang diduga dipesan Gayus itu, Mabes Polri telah mengirim tim untung berangkat ke Guyana yang terletak di kawasan Amerika Latin.
Mantan Kapolwiltabes Surabaya itu menjelaskan, tim tersebut diberi tugas untuk menelusuri dan keaslian paspor milik Gayus. Nah, tim tersebut sudah melihat dan memegang bentuk dari paspor tersebut, maka bisa dipastikan paspor yang dipesan Gayus itu benar-benar asli.
Tentu bukan hanya paspor milik Gayus yang diincar polisi. Namun tim tersebut juga menelusuri paspor bernama Ann Moris yang fotonya sangat mirip Milana Angraeni, istri Gayus. Bahkan paspor yang diduga dipersiapkan untuk ketiga anak Gayus juga ikut ditelusuri.
Tak hanya itu, kini Mabes Polri juga telah berkoordinasi dengan Interpol guna menelusuri keberadaan John Jerome. “Kami sudah meminta agar Interpol untuk menerbitkan red notice (surat peringatan terkait pencarian John Jerome). Kami sudah berkoordinasi intensif termasuk dengan negara Guyana,” kata Ito.
Di bagian lain, DPR juga langsung bereaksi terhadap informasi dari Gayus bahwa John Jerome Grice adalah anggota CIA. Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan bila pengakuan Gayus itu benar, maka Indonesia sudah tidak lagi memiliki kedaulatan politik. “Statement gayus itu harus dicatat. Kalau ini benar, Indonesia sudah lampu merah,” kata Tjahjo di Jakarta, kemarin (20/1).
Tjahjo menegaskan dirinya akan segera mengklarifikasi persoalan ini ke Badan Intelijen Negara (BIN). “Akan segera saya tanyakan ke BIN dalam posisi sebagai anggota komisi I DPR yang berhubungan dengan intelijen,” tegasnya.
“Mungkin sifatnya nanti rapat tertutup. Tapi, saya kira ini harus klir. Karena operasi atau aktivitasnya ini sudah gaya “gaya intelijen jaman dulu,” imbuh Tjahjo.
Di tempat yang sama, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri juga berkomentar atas vonis tujuh tahun yang diberikan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terhadap Gayus Halomoan Tambunan. Megawati menganggap vonis tersebut masih terlalu ringan.
“Gayus dikasih hukuman tujuh tahun, baru tahu apa tidak adil,” kata Megawati saat didaulat memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN), Jalan Kebagusan III, Jakarta Selatan, kemarin (20/1).
Megawati juga mempersoalkan belum tersentuhnya sejumlah pejabat di atas Gayus. Menurut dia, peristiwa ini menegaskan penegakan hukum yang tebang pilih. “Maksudnya pilih-pilihlah. Kenapa kalau kasus sama, kena pasal yang sama, saya ini bukan ahli hukum, saya ini nggak pintar kok bisa hukumannya beda. Tebang pilih dong,” katanya.
Lebih lanjut, Megawati mengkritik penanganan kasus Gayus yang terkesan sarat tarik menarik kepentingan. “Urusan Gayus kenapa ya susah amat. Saya sampai pusing sendiri. Dimana salahnya, kenapa muternya jauh sekali. Dari polisi, kejaksaan, presiden, turun lagi polisi, kejaksaan, KPK, satgas. Nanti entah naik kemana lagi atau turun ke mana lagi,” sindir mantan presiden ke-5 RI, itu. (wan/fal/kuh/ken/pri)