RADARCIREBON.COM – Setiap kali mendekati Lebaran Idul Fitri, setiap perusahaan atau lembaga pemerintah sudah menjadi kewajiban untuk mengeluarkan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk pegawai atau karyawannya.
Tujuan dari THR adalah sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja sekaligus sebagai penunjang aktivitas masyarakat, karena akan banyak melakukan aktivitas sosial dari awal Ramadan hingga Idul Fitri.
Sehingga, kehadiran THR bukan hanya untuk kemenangan setelah menjalani ibadah puasa, tetapi juga tentang berbagi kebahagiaan dan keberkahan kepada sesama.
BACA JUGA:Berkat Gol Penalti Figo Dennis, Timnas Indonesia U-20 Imbangi China
BACA JUGA:Ops Pekat II Lodaya 2024: Polres Majalengka Kembali Amankan Puluhan Botol Miras
BACA JUGA:Bergetar! BMKG Tuban Mencatat 78 Kali Gempa Bumi Susulan di Laut Jawa
Kehadiran THR diawali pada era 1950-an, saat Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo memperkenalkannya pada tahun 1951.
Sosok Perdana Menteri Soekiman dikenal sebagai sosok yang gigih dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan THR menjadi salah satu program unggulan Soekiman dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pamong pradja atau PNS.
Di tengah stabilitas ekonomi, pemerintah memandang pentingnya memberikan penghargaan kepada para pegawai negeri atas dedikasi dan kontribusi mereka.
BACA JUGA:Prabowo Subianto Merapat ke Markas NasDem, Surya Paloh: Kami Ucapkan Selamat Sekali Lagi
BACA JUGA:Beredar Video Dampak Gempa Bumi di Bawean Jawa Timur, BNPB: HOAX!
BACA JUGA:Ngeri! BNPB Mencatat Puluhan Kali Gempa Susulan di Laut Jawa, Terakhir Pukul 19.18 WIB
Nilai THR pada masa itu berkisar antara Rp 125 hingga Rp 200, yang jika disesuaikan dengan nilai kurs saat ini, setara dengan Rp 1,1 juta hingga Rp 1,75 juta.
Namun, langkah tersebut menimbulkan tuntutan dari kaum buruh di sektor swasta yang menginginkan perlakuan serupa.