Yang mengenaskan lagi, tumpukan lumpur itu, sudah terpapar uap beracun akibat matahari tropis.
Selain kumuh dan tak memiliki cadangan air, juga digambarkan jalan-jalan di sekitar kawasan tersebut sangat sempit. Orang sulit bergerak jika berada di distrik itu, terutama jika menggunakan kendaraan.
Disebutkan, penduduk yang ada di Distrik Cangkol dan sekitarnya, tinggal di daerah kumuh yang pengap. Rumah-rumah mereka kondisinya tidak ada cahaya dan udara segar yang bisa masuk.
Apalagi, hampir sepanjang tahun, tanah di sekitar Cangkol, selalu basah. Penyebabnya sistem drainase yang sangat buruk.
BACA JUGA:Resmi, 406 Kuwu di Kabupaten Cirebon Dapat SK Perpanjang Masa Jabatan
Memamg, ketika itu, ada sungai di sekitar distrik itu. Namanya Kalibacin. Kali inilah yang memasok air ke perkampungan di Distrik Cangkol dan sekitarnya.
Hanya saja, sungai ini digambarkan oleh media Nederlands Indie ini, lama kelamaan tertimbun lumpur.
Bahkan kali itu dilukiskan kering dan tidak ada air yang mengalir sedikitpun.
Itulah gambaran Kota Cirebon pada zaman Hindia Belanda berkuasa yang kumuh dan tidak layak huni.
BACA JUGA:Cuaca di Arab Saudi Diperkirakan Panas, Menag Minta Jamaah Haji Jaga Kesehatan
Lalu bagaimana kondisi saat ini, apakah masih sama dengan yang digambarkan oleh surat kabar Tjirbonniana, ketika itu? (*)