TKI Indramayu Kerja di Rumah Presiden

Sabtu 29-01-2011,07:37 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

INDRAMAYU – Konflik politik yang melanda negara Tunisia, yang mengakibatkan  Presiden Zine el Abidine Ben Ali terguling, membuat Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terlantar, termasuk TKI asal  Indramayu. Dari 32 TKI yang berhasil dibawa pulang ke tanah air, 25 di antaranya TKI asal  Indramayu. Jumat dini hari (28/1) sekitar pukul 1.30, rombongan 25 TKI yang dijemput langsung Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Indramayu, H Kamud SH tiba di Indramayu. Kedatangan 25 TKI yang tiba di Kantor Dinsos­nakertrans tersebut disambut haru para keluarga dan sanak saudara yang telah menunggu mereka. Namun, sangat disayangkan, 25 TKI tersebut ternyata tidak terdaftar resmi sebagai tenaga kerja yang sesuai prosedur. Mereka berangkat melalui biro perjalanan, sehingga dinyatakan ilegal oleh pemerintah. Berdasarkan data yang didapat, ke 25 TKI tersebut didominasi wa­­nita, hanya 2 orang pria dan se­lu­ruhnya berasal dari wilayah In­dramayu Timur. Yaitu berasal dari wilayah Kecamatan Kertasemaya sebanyak 10 orang, 6 orang berasal da­ri Kedokanbunder, sisanya da­ri Juntinyuat dan Tukdana. 25 TKI asal Kabupaten Indramayu tersebut, ternyata bekerja di lingkungan istana kepresidenan Tunisia serta kerabat dan saudara presiden. Seperti yang dituturkan Juju Juhariah (33) TKI asal  Kertasemaya, dirinya bekerja sudah 1,5 tahun di istana kepresidenan Tunisia. Dirinya juga mengakui, jika keberangkatannya tersebut tidak melalui PJTKI resmi, melainkan calo biro perjalanan yang menjanjikan mereka bekerja. “Iya, saya ilegal. Saya berangkat bekerja keluarga negeri dan akhirnya singgah di Tunisia ini oleh sponsor yang ternyata bukan PJTKI resmi melainkan biro perjalanan, yang kemudian saya dengan yang lainnya ditempatkan di istana kepresidenan Tunisia,” ujar Juju yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) tersebut. Saat disinggung terkait gaji yang didapat dirinya, dikatakan Juju sangat minim sekali. Upah yang diterima teman-teman dirinya yang bekerja di keluarga istana, dari mulai USD 200 hingga USD 400. Dirinya mengaku hanya menerima USD 200 ditambah 100 dinar tunis, yang jika dirupiahkan hanya sekitar Rp2,4 jutaan (jika 1 dolar dihitung Rp9 ribu). Bahkan, selama bekerja 1,5 tahun tersebut, dirinya juga mengaku tidak ada jaminan kesehatan maupun lainnya, sebab tidak ada Perjanjian Kontrak (PK) layaknya TKI resmi. “Saya kan bekerja tidak ada PK nya, jadi yah segitu yang didapat,” ucap Juju, seraya menambahkan saat dipulangkan ke Indonesia dirinya tidak membawa uang gajian. Lantaran sang majikan yang juga Presiden Tunisa telah melarikan diri terlebih dahulu. Diceritakan dirinya, sejak gejolak memuncak, dimana presiden serta keluarganya melarikan diri untuk menghindar dari kejaran warga yang ingin menggulingkan jabatannya, dirinya bersama TKI lainnya hanya bisa pasrah dan berdiam diri dirumah. Bahkan, Juju mengatakan dirinya masih terbilang untung, tidak seperti teman lainnya yang terlantar hingga harus tidur di emperan serta pinggiran pantai. “Rumah istana maupun tempat tinggal kerabat presiden Tunisia diserang warga, bahkan dijarah dan dibakar. Beruntung saya masih bisa selamat, dan dijemput pihak duta besar KBRI disana yang kemudian dipulangkan ke tanah air,” papar Juju. Dikatakan hal senada oleh TKI lainnya, Wajem (35) asal Desa Tenajar Kidul Kecamatan Kertasemaya. Dirinya yang bekerja di adik presiden Tunisia yakni Samira Maherji, mengaku ketiban sial. Majikannya yang melarikan diri lantaran kediamannya ikut sebagai sasaran pembakaran oleh massa, belum memberikan upah kerja baginya. Wajem juga mengaku kabur dari rumah majikannya ketika akan adanya pembakaran, yang pada akhirnya ditampung di KBRI setemat untuk dipulangkan bersama TKI asal Indramayu lainnya. “Awalnya saya hanya ditinggal di rumah de­ngan pekerja lainnya. Namun, saat rumah akan dibakar, kami keluar menyelamatkan diri,” ucap dia. Terkait masalah pembayaran upah, Wajem juga menyatakan hal  yang sama, yakni diberikan upah yang minim lantaran tidak ada PK. Bahkan, selain upah yang minim, dirinya juga kerap dikasari dan sama sekali kurang diperhatikan baik itu kesejahteraannya maupun kesehatannya. “Kami sebenarnya sengsara masa, tapi mau gimana lagi? Karena kami butuh kerja untuk memenuhi kebutuhan terutama bagi keluarga di tanah air,” keluhnya. 25 TKI yang tiba di kantor Dinsosnakertrans tersebut, sebelum dipulangkan ke rumah masing-masing, dilakukan pembinaan dan pendataan ulang. Hal ini sebagai upaya peringatan yang harus dipahami bagi mereka agar tidak kembali terjebak oleh bujuk rayu para calon TKI yang tidak jelas. Adapun selama bekerja di Tunisia, 25 TKI tersebut seluruhnya bekerja dikeluarga istana dan sebagai PRT. “Kami berikan pembinaan dan nasihat kepada mereka, agar mereka memahami jika apa yang telah dilakukannya tersebut merupakan hal yang salah. Dan kami berharap mereka tidak kembali mengulanginya. Jika ingin bekerja keluar negeri, bisa mencari informasi di kantor kami, sehingga jelas dan tidak merasa ditipu nantinya,” jelas Kadinsosnakertrans Kabupaten Indramayu, H Kamud didampingi Kasatreskrim Polres Indramayu AKP Andry Kurniawan SIK. Ditambahkan dirinya, 32 TKI yang dipulangkan selain terkait konflik di Tunisa, juga mereka ilegal, setelah diketahui memang 25 dari Indramayu. Sisanya berasal dari Sukabumi, Tasikmalaya, Karawang, Semarang, dan Lampung. Kepulangan mereka dari Tunisa ke tanah air, telah diserah terima kan kepada pemerintah daerah kabupaten Indramayu oleh pihak kementrian luar negeri Ri yang diwakili, Wakil Menlu RI Triyono Wibowo, Kamis (27/1) sekitar pukul 19.00 yang kemudian langsung dibawa pulang. “Ya itu tadi, kami bersyukur me­re­ka masih dalam keadaan sela­­mat di tengah konflik panas yang melanda Tunisia. Bahkan, dari 25 TKI yang diketahui ini, tidak menutup kemungkinan ma­sih banyak TKI lainnya. Tetapi mere­ka masih bisa dikatakan aman, karena tidak bekerja dilingkungan Istana Kepresidenan Tunisia,” tegasnya. Sementara itu, setelah dilakukan pendataan dan himbauan, para TKI tersebut langsung dibawa pulang oleh sanak keluarga masing-masing. “Mereka yang dipulangkan ini telah bekerja paling lama 1,5 tahun dan paling sedikit 3 bulan yang kemudian timbul konflik. Dan kami yakin, masih banyak yang lainnya bekerja di Tunisia asal Indramayu secara ilegal,” tegasnya. (alw)

Tags :
Kategori :

Terkait