DEMO besar-besaran yang dilakukan rakyat Mesir yang menuntut Presiden Hosni Mubarak meletakkan jabatannya masih berlangsung. Guru SMA Al Azhar Cirebon, Drs Komarudin MPd menceritakan pengalamannya yang sebulan lalu baru saja pulang menyelesaikan kuliahnya di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Menurut Komarudin, sebelum dirinya meninggalkan Mesir sebetulnya sudah ada gejala akan terjadi revolusi. Dosen-dosen mulai berani mengkritik keras pemerintah, khususnya Hosni Mubarak yang dianggap memasung kebebasan rakyatnya. Bahkan, di kampus-kampus di Mesir mulai muncul pergerakan menuntut sang presiden yang sudah berkuasa 30 tahun ini mengundurkan diri. Menurut Komarudin, segala aktifitas rakyat Mesir selalu diawasi oleh mata-mata pemerintah. Apalagi ulama yang mengadakan kajian keislaman. Pemerintah Mubarak membebaskan syekh-syekh berbicara tentang keilmuan, namun mengharamkan berbicara politik. Saking represifnya pemerintah Mesir, sampai-sampai pemerintah mengintervensi pelaksanaan salat Jumat. Khotib-khotib Jumat langsung didrop dari pemerintah. Bagaimana dengan kondisi sosial masyarakat Mesir? Komarudin menambahkan, harga sembako disana mendapat subsidi dari pemerintah, sehingga harga sembako sangat murah. Belanja sembako senilai 1 pound (Rp2 ribu) bisa untuk satu keluarga. Bahkan air minum disedikan pemerintah secara gratis. Pemerintah juga memberikan subsidi bagi taxi yang menggunakan bahan bakar gas (BBG). Bayangkan, setiap taxi yang mengisi BBG full, cukup membayar 5 pound (Rp10 ribu). Namun demikian, secara umum perkembangan ekonomi Mesir tertinggal dibandingkan negara lain di Timur Tengah seperti Dubai maupun China. (abd)
Khatib Salat Jumat Didrop Pemerintah
Sabtu 05-02-2011,07:19 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :