Utang Korporasi Mulai Tak Sehat

Kamis 10-04-2014,11:09 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mewaspadai tren peningkatan utang luar negeri swasta yang lebih tinggi dari pemerintah. Apalagi, otoritas moneter tersebut mengendus adanya praktik utang swasta yang melebihi kebutuhan. Hal itu dikhawatirkan akan berpengaruh buruk bagi perusahaan. \"Ada kecenderungan beberapa korporasi yang meminjam di atas jumlah yang sehat bagi perusahaan itu,\" kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta kemarin (9/4). Kendati tak memerinci perusahaannya, dia mengakui hampir seluruh korporasi di berbagai sektor, termasuk BUMN, meminjam dalam jumlah cukup besar. Menurut Agus, seharusnya perusahaan mempertimbangkan tingkat kesehatan pembiayaan. Antara lain dengan menjaga rasio pembiayaan, baik dari sisi permodalan, utang, dan obligasi. Dalam hal ini, kata Agus, pihaknya tetap mendukung utang dagang yang terkait dengan sektor produktif. Sebaliknya, untuk utang modal kerja umum maupun pinjaman berbentuk investasi lainnya harus diyakinkan bahwa posisi utang dan modal tersebut sehat. \"Kalau modal terlalu kecil, akibatnya rasio utang terhadap modal yang terlalu tinggi. Itu perlu dijaga, sehingga tak membuat perusahaannya menjadi lemah kalau ada guncangan,\" paparnya. Merujuk data BI, utang luar negeri Indonesia pada Januari 2014 tercatat USD 269,3 miliar, atau tumbuh 7,1 persen. Pertumbuhan itu lebih cepat jika dibandingkan dengan \"pertumbuhan\" Desember 2013 sebesar 4,6 persen (yoy). Posisi utang luar negeri sektor publik atau pemerintah hanya tumbuh 1,9 persen (yoy) menjadi USD 127,9 miliar. Sebaliknya, posisi utang luar negeri swasta tumbuh lebih pesat sebesar 12,2 persen yoy menjadi USD 141,4 miliar. Berdasarkan jangka waktu, pada Januari 2014, utang luar negeri berjangka panjang tercatat sebesar USD 222,8 miliar, atau mencapai 82,7 persen dari total utang luar negeri. Dari jumlah tersebut, utang mancanegara pemerintah berjangka panjang mencapai USD 121,5 miliar atau 95,0 persen dari nilai total. Sebaliknya, utang luar negeri jangka panjang sektor swasta sebesar USD 101,3 miliar atau 71,7 persen dari total. Agus menerangkan, sejauh ini pihaknya telah menyampaikan imbauan berulang kepada perseroan mengenai tingkat kesehatan utang. Namun, jika tak direspons dengan baik, tidak menutup kemungkinan otoritas moneter bakal membuat peraturan yang ketat mengenai utang luar negeri. \"Sekarang ini sifatnya imbauan. Tapi tentu kalau seandainya imbauan ini tak dilaksanakan, BI akan mengambil langkah-langkah untuk menjaga kesehatan ekonomi kita,\" tegasnya. Agus juga menyinggung tentang penurunan cadangan devisa pada Maret menjadi USD 102,6 miliar dari USD 102,7 miliar pada Februari. Penurunan cadangan devisa tersebut dipicu pembayaran obligasi pemerintah yang jatuh tempo di atas USD 2 miliar. \"Kita harus waspadai secara seasonal. Biasanya kuartal kedua ada kewajiban pembayaran bunga, dividen, dan royalti, yang membuat tekanan terhadap neraca pembayaran besar,\" tuturnya. (gal/sof)

Tags :
Kategori :

Terkait