Kepala Inspektorat Kota Cirebon Asep Gina Muharam mengungkapkan, penyebab temuan BPK beragam, mulai dari kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran, hingga denda keterlambatan yang seharusnya dibayarkan kontraktor ke kas daerah.
“Yang jadi masalah itu adalah adanya pihak ketiga atau rekanan ini tidak langsung melunasi."
"Ada yang langsung setor dan lunas, ada yang dicicil, ada juga yang belum bayar,” ungkapnya.
Ia menambahkan, setiap tahun BPK melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) di seluruh daerah, termasuk Kota Cirebon.
"Inspektorat bertugas memantau tindak lanjut rekomendasi LHP tersebut, baik yang bersifat administrasi maupun pengembalian keuangan.
Pembangunan Gedung Setda sendiri sempat diperiksa dua kali oleh tim Kejari bersama ahli konstruksi," imbuhnya.
BACA JUGA:Kejaksaan Masih Selidiki Kasus Gedung Setda Kota Cirebon, Kajari: Saya Tidak Mau Main-main!
Menurutnya, pemeriksaan terakhir dilakukan pada Rabu 6 November 2024 silam, mencakup pengeboran lantai beton di basement hingga pengukuran ketebalan dinding penyangga.
"Langkah ini dilakukan untuk memastikan kesesuaian konstruksi dengan rencana awal, sebagaimana diatur Pasal 133 ayat 1 KUHAP," ucapnya.
Kasi Pidana Khusus Kejari Kota Cirebon Pahmi menegaskan, uji konstruksi dilakukan sebagai bagian dari penyidikan untuk mengecek kualitas dan struktur bangunan.
"Kami mengadakan uji konstruksi agar ahli bisa memastikan kualitas dan struktur sesuai standar."
"Dari hasil pemeriksaan BPK, ditemukan potensi kerugian negara akibat denda keterlambatan Rp 11 miliar dan kelebihan volume pekerjaan senilai Rp 1,8 miliar," pungkasnya. (rdh)