Kisah Pilu Ibu dan Anak Asal Kuningan yang Hidup dalam Keterbatasan

Kamis 16-10-2025,23:12 WIB
Reporter : Andre Mahardika
Editor : Moh Junaedi

KUNINGAN, RADARCIREBON.COM - Kisah hidup satu keluarga di Desa Walaharcageur, Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan cukup memprihatinkan.

Ita Rosita (50) bersama anaknya, Aep Saepudin (14) sekitar dua tahun berjuang hidup seadanya dan tanpa penerangan.

‎Kondisi tersebut berlangsung ketika sang suami dan ayah dari Aep meninggal dunia, sampai tidak mampu membayar tagihan listrik.

‎"Sudah lama, lampu tidak ada karena tidak ada skringnya. Listrik tidak dicabut namun tidak ada skringnya.”

BACA JUGA:Warga Japura Kidul Gotong Royong Bantu Mutmainnah, Gadis Sebatang Kara yang Mengalami Sakit Komplikasi

BACA JUGA:Saung Kakek Sebatang Kara Ludes Terbakar, Suryadi Bingung Pulang Kemana

“Selama ini tidak bayar listrik semenjak bapak (suami) meninggal 2 tahun yang lalu,” ungkapnya kepada radarcirebon.com dengan terbata-bata, Kamis 16 Oktober 2025.

‎Tak hanya hidup tanpa penerangan, keselamatan mereka berdua terancam dengan kondisi bangunan yang bisa saja roboh sewaktu waktu.

‎Tidur berdua hanya beralaskan kasur lantai butut dan bolong bolong, serta banyaknya barang tidak terawat, membuat penciuman terganggu.

‎Tak ada WC di rumah itu, namun beberapa ember berisi air bersih, terkumpul ditengah ruangan yang bisa digunakan sekedar buang air kecil ataupun memasak air minum.

‎"Kesitu, ember digodog, minum,” ucapnya kaku.

‎Tidak adanya kepala keluarga yang menopang ekonomi kehidupan, membuat hidup mereka penuh keterbatasan.

BACA JUGA:Kapolres Subang Beri Bantuan Tunanetra-Tunarungu Sebatang Kara

‎Air mata Ita tak terbendung ketika disinggung pendidikan sang anak yang terpaksa putus sekolah. Bukan tanpa alasan, situasi dan kondisi, memaksanya untuk menjadi tulang punggung.

‎"Saya punya anak 1 SMP, tapi sudah keluar semenjak bapak meninggal. Karena tidak ada biayanya, jadi tidak bisa sekolah lagi,” ungkapnya sambil menangis sedu. ‎

‎Keterbatasan berkomunikasi dan minimnya kemampuan membaca dan melihat warna, membuat Ita dan Aep jarang mendapatkan ajakan untuk bekerja.

‎"Saya tidak bekerja. Makan sehari-hari dikasih dari tetangga, saya juga nyari genjer untuk dijualin, Kalau tidak ada yang kasih makan saya puasa, seringnya makan singkong dipotong potong, jemur disana," ucapnya. (*)

Kategori :