JAKARTA - Muncul fenomena menarik dalam pengumuman kelulusan ujian nasional (UN) 2014 jenjang SMA sederajat kemarin. Di beberapa provinsi, jumlah ketidaklulusan meningkat drastis dibandingkan dengan tahun lalu. Kadar kesulitan soal ujian, menjadi salah satu penyebabnya. Di antara provinsi yang mencatatakan peningkatan jumlah ketidaklulusan cukup signifikan adalah di Provinsi Jawa Timur (Jatim). Kondisi ini menambah panjang catatan negatif penyelenggaraan UN di Jatim, setelah sebelumnya dihebohkan peredaran kunci jawaban dan pencurian naskah UN oleh 70 orang guru dan kepala sekolah. Dalam pengumuman yang dilansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kemarin, di Jatim ada 196 siswa SMA/MA dan 61 siswa SMK yang dinyatakan tidak lulus ujian. Sedangkan pada UN 2013 lalu, siswa SMA/MA yang tidak lulus hanya 56 anak dan sepuluh anak untuk kelompok SMK. Peningkatan angka ketidaklulusan lainnya juga terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta serta Kalimantan Barat (selengkapnya lihat grafis). Secara keseluruhan jumlah siswa SMA/MA yang tidak lulus UN tahun ini ada 7.811 anak (tahun lalu 8.250 anak) dan siswa SMK yang tidak lulus ada 1.159 anak (tahun lalu 601 anak). Mendikbud Mohammad Nuh mengakui adanya penurunan persentase kelulusan dalam UN 2014 ini. \"Tidak apa-apa. Kalau semuanya dipastikan lulus, tidak perlu ada ujian,\" kata menteri asal Surabaya itu. Pada UN 2014 tingkat kelulusan SMA/MA adalah 99,52 persen, turun dibandingkan unas 2013 sebesar 99,53 persen. Meskipun selisihnya hanya 0,01 persen, tetapi jumlahnya besar karena peserta UN secara keseluruhan mencapai 1,6 juta anak. Sedangkan tingkat kelulusan untuk kelompok SMK tahun ini tercatat 99,90 persen, turun dari tahun lalu yang tercatat 99,94 persen (selisih 0,04 persen). Jika persentase ketidaklulusan kelompok SMK ini diangkakan, kondisinya sangat mencolok. Yakni tahun ini yang tidak lulus 1.159 anak, sedangkan tahun lalu hanya 601 anak. Selain itu, Nuh juga memaparkan analisis hasil jawaban siswa terhadap butir soal ujian yang dibuat oleh dosen dan butir soal berstandar internasional. Untuk analisis ini, tidak bisa dibandingkan dengan UN 2013, karena tahun lalu belum menggunakannya. Hasil analisis jawaban siswa menunjukkan, persentase jawaban benar untuk butir soal yang dibuat para dosen tidak ada yang signifikan. Tingkat jawaban benar di atas 50 persen untuk butir soal karya dosen hanya ada di mata ujian bahasa Indonesia (program IPA) dan ekonomi serta sosiologi (program IPS). Sedangkan tingkat jawaban benar untuk butir soal karya dosen yang paling kecil ada di mata ujian matematika (IPA) sebesar 29,96 persen. Sementara itu, butir soal berstandar internasional hanya diterapkan mata ujian matematika. Hasil analisisnya tingkat jawaban benar untuk program IPA hanya 41,9 persen dan program IPS tercatat 43,89 persen. Itu artinya sebagian besar peserta UN tidak bisa menjawab butir soal ujian berstandar internasional itu. Data yang ditampilkan berikutnya adalah siswa-siswa peserta ujian dengan nilai UN murni tertinggi. Tahun ini Kemendikbud membuat ranking untuk 25 siswa di program IPA dan IPS. Dari kedua program itu, tidak ada satupun siswa dari provinsi Jawa Timur. Siswa program IPA dengan nilai unas murni diraih oleh Ryan Aditya Moniaga dari SMA Kanisius, DKI Jakarta dengan nilai 58,05 atau dengan rata-rata 9,67 (nilai maksimal 60,00). Sedangkan untuk program IPS, peserta ujian dengan nilai UN tertinggi diraih Nur Afifah Widyaningrum dari SMAN 1 Jogjakarta dengan nilia 55,85 atau dengan rata-rata 9,3. Di tempat terpisah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyampaikan evaluasi terhadap penyelenggaraan UN 2014. Ketua Umum PGRI Sulistyo mengatakan, penyelenggaraan UN 2014 masih tidak bisa dilepaskan dari agenda politik kepala dearah setempat. \"Kasus di Lamongan, Jawa Timur itu harus ditelusuri lebih dalam,\" papar Sulistyo. Penegak hukum harus bisa mengungkat para guru itu nekat mencuri soal ujian karena dipaksa oleh atasannya yakni kepala dinas atau kepala daerah, atau karena faktor lain. Dia menjelaskan bahwa sampai saat ini pelaksanaan UN belum bisa berujung pada peningkatna kualitas pendidikan di daerah. Dia menjelaskan bahwa kalau mau dianalisis, mutu lulusan UN tahun ini dengan tahun lalu tidak jauh berbeda. (wan)
Ketidaklulusan UN Naik Drastis
Selasa 20-05-2014,09:39 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :