Setelah Partai Oposisi Pro-Thaksin Menangi Pemilu BANGKOK- Partai Pheu Thai, partai oposisi yang merupakan penjelmaan partai mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra, berhasil merebut kemenangan besar dalam pemilu Thailand kemarin (3/7). Meski begitu, peluang tampilnya adik Thaksin, Yingluck Shinawatra, sebagai PM baru pemenang pemilu bisa terancam. Sejumlah kalangan agak pesimistis dengan masa depan politik Thailand. Para analis politik sependapat pula bahwa pemilu akan secara otomatis dan ajaib menyelesaikan konflik politik di negara itu selama enam tahun terakhir. Menurut analis, kemenangan Yingluck dan partainya (Pheu Thai) adalah satu hal. Tetapi, siapa yang akan berkuasa dan memerintah negara adalah persoalan lain. “Masa depan (politik) Thailand sangat bergantung pada kesediaan para elite tradisional guna menerima suara rakyat (baca: hasil pemilu, red),” kata Pavin Chachavalpongpun, analis politik dari the Institute of Southeast Asian Studies di Singapura, kepada The Associated Press. Hasil perhitungan suara pemilu Thailand memang masih belum diumumkan resmi. Kubu Yingluck dan Pheu Thai memilih menahan diri untuk tidak lebih dulu merayakan kemenangan. PM Abhisit Vejjajiva dan Partai Demokrat yang dipimpinnya juga masih menunggu pengumuman resmi. Tetapi, hasil perhitungan cepat dari dua lembaga menyatakan bahwa partai Yingluck menang mutlak. Quick count itu dirilis setelah pemilu resmi ditutup pukul 15.00 waktu setempat kemarin. Salah satu perhitungan yang dilakukan Suan Dusit University menyebutkan bahwa partai Yingluck merebut 313 di antara 500 kursi parlemen. Partai Demokrat pimpinan Abhisit hanya meraih 152 kursi. Lantas, quick count lain yang dilakukan Bangkok’s Assumption University menyatakan bahwa Pheu Thai memenangi 299 kursi dan Partai Demokrat hanya mendapat 132 kursi. Pheu Thai membutuhkan lebih dari 250 kursi di parlemen untuk membentuk sebuah pemerintahan tanpa dukungan dari partai-partai yang lebih kecil (koalisi). Tetapi, isu kudeta telah beredar luas sejak sebelum pemilu. Rumornya, tentara akan turun lagi ke politik jika partai Thaksin menang pemilu kali ini. Militer menjungkalkan Thaksin lewat kudeta tidak berdarah pada 2006. Belakangan, militer membuka jalan bagi naiknya Abhisit ke kursi kekuasaan. Jenderal Prayuth Chan-ocha, KSAD Thailand, pekan lalu memang telah menegaskan janjinya bahwa militer akan bersikap netral atas pemilu. Tiga hari sebelum pemilu, Prayuth menyatakan bahwa militer tidak akan melakukan kudeta jika Yingluck dan Pheu Thai memenangi pemilu. “Semuanya hanya rumor. Tidak akan ada kudeta. Saya juga sudah sampaikan beberapa kali,” tegasnya saat itu. Tetapi, rakyat Thailand juga tak akan lupa bahwa Prayuth merupakan salah seorang otak kudeta yang menjatuhkan Thaksin dari kursi PM pada 19 September 2006. Sejumlah analis menilai bahwa kartu truf selama ini ada pada militer Thailand. “Pheu Thai sepertinya telah memenangi pemilu,” ujar Kevin Hewison, analis politik yang juga direktur the Carolina Asia Center pada the University of North Carolina, AS, seperti dikutip The Star Online, kemarin Menurut dia, kemungkinan terjadinya kudeta atas pemerintahan baru (pro-Thaksin) nanti jelas tak bisa diabaikan. “Militer ingin menjadikan itu (kudeta) sebagai semacam opsi. Apalagi, Jenderal Payuth jelas-jelas anti kepada Thaksin, anti Pheu Thai, dan anti kepada Yingluck,” tegasnya. “Jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan militer, kudeta bisa dijadikan kartu truf,” tambahnya. (AFP/TSO/BP/dwi)
Kartu Truf di Tangan Militer
Senin 04-07-2011,06:00 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :