JAKARTA - Publik akhirnya mengetahui apa saja kesalahan yang dituduhkan KPK pada Anas Urbaningrum selama ini, melalui pembacaan dakwaan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, kemarin (30/5). Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu disebut menerima uang hingga Rp173,2 miliar dari sejumlah proyek yang bersumber dari APBN. Anas memang kemarin mulai diajukan ke persidangan atas kasus penerimaan gratifikasi dari proyek Hambalang. Pria 44 tahun itu didakwa menerima pemberian dari sejumlah proyek terkait posisinya waktu itu sebagai anggota DPR RI. Pemberian itu didapat dari Permai Grup, perusahaan yang sebelumnya didirikan Anas bersama M Nazaruddin. \"Terdakwa sekitar 2005 keluar dari KPU dan selanjutnya ingin tampil menjadi Presiden RI, sehingga memerlukan kendaraan politik dan biaya yang sangat besar,\" ujar Jaksa Edy Hartoyo. Untuk mewujudkan keinginan itu, Anas disebut memanfaatkan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik. Dia pun menduduki kursi Ketua DPP Bidang Politik sebagai tahap awal sebelum mengincar jabatan Ketua Umum. Menurut jaksa, dengan posisi sebagai Ketua DPP Bidang Politik, Anas memiliki pengaruh yang besar untuk mengatur proyek-proyek pemerintah yang bersumber dari APBN. \"Pengaruh terdakwa semakin besar setelah terdakwa terpilih menjadi anggota DPR serta ditunjuk sebagai ketua fraksi,\" kata jaksa. Dalam dakwaan dipaparkan upaya Anas menghimpun dana itu dilakukan dengan membentuk perusahaan bersama Nazarudin. Perusahaan itu awalnya bernama Anugerah Group dan kemudian berubah menjadi Permai Group. \"Selain itu istri terdakwa Athiyyah Laila menjadi komisaris bersama Machfud Suroso dalam PT Dutasari Citra Laras,\" terang Jaksa Ahmad Burhanudin. Machfud juga menjadi tersangka dalam kasus Hambalang. Dia menerima aliran dana, salah satunya dari perusahaannya PT Dutasari Citra Laras yang menjadi subkontraktor Hambalang. Dalam menghimpun logistik, Anas membentuk kantong-kantong dana yang dikelola oleh sejumlah orang. Antara lain Mindo Rosalina Manulang, Munadi Herlambang, dan Mahfud Suroso. Mindo mendapatkan tugas mencari proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mahfud Suroso didapuk mencari proyek-proyek di universitas, gedung pajak dan Hambalang. Sedangkan Munadi bertugas mengamankan proyek di bidang kontruksi dan BUMN. Munadi mendapatkan tugas di BUMN karena ayahnya waktu itu menjabat sebagai deputi di Kementerian BUMN. Dari ketiga nama itu, Munadi hingga kini yang masih aman, belum berstatus tersangka. \"Dari setiap pengurusan proyek yang Permai Group, terdakwa mendapatkan jatah fee antara 7 persen hingga 22 persen,\" terang jaksa. Dakwaan juga memaparkan detail peran Anas dalam Hambalang, sama seperti dakwaan tersangka lainnya. Dari proyek Hambalang, Anas mendapatkan uang Rp2,010 miliar dari PT Adhi Karya. Uang itu digunakan diantaranya digunakan untuk keperluan membayar penginapan pendukung Anas dalam Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung. Anas juga menerima uang dari M Nazaruddin sebesar Rp 84,5 miliar dan USD 36 ribu. \"Uang tersebut di antaranya untuk biaya posko tim relawan pemenangan terdakwa,\" sebut jaksa. Nazar juga menggelontorkan uang lagi sebanyak Rp30 miliar dan USD 5.225 untuk keperluan pelaksanaan pemilihan ketua umum Partai Demokrat yang akhirnya dimenangkan Anas. Terkait penerimaan mobil Harrier seperti yang selama ini disebutkan KPK, ternyata kendaraan itu dimintakan Mahfud Suroso ke Teuku Bagus M. Noor, direktur operasional PT Adhi Karya pada sebuah pertemuan di Apartemen Capital. \"Mas Anas inikah jasnya sudah baru, sepatunya baru, anggota DPR baru, sebagai tanda jadi Hambalang, masa mobilnya belum ?\" kata Munadi ke Teuku Bagus. Teuku Bagus kemudian mengkonfirmasi pada Anas yang ada dalam pertemuan tersebut. \"Mau mobil apa, Mas?\". Anas pun menjawab, \"sudah atur saja,\". Sampai akhirnya Anas diberikan mobil baru Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp607 juta. Penerimaan lain yang disebutkan dalam dakwaan ialah berasal dari PT Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Dari perusahaan survey itu, Anas mendapatkan fasilitas survei dengan biaya sekitar Rp478 juta. \"Survei itu tidak perlu dibayarkan karena terdakwa menjanjikan jika terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, maka PT LSI akan mendapatkan pekerjaan survei untuk pemilihan bupati atau walikota yang dicalonkan Partai Demorkat,\" jelas Jaksa. Selain Harrier, Anas juga mendapatkan Toyota Vellfire dengan nopol B 68 AUD. Kendaraan senilai Rp735 juta itu didapat dari PT Atrindo Internasional. Selain penerimaan gratifikasi, Anas juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membelanjakan uang sebesar Rp20,8 miliar. Uang itu sebagian dibelikan tanah dan disamarkan dengan atas nama mertua Anas, Atabik Ali. Anas juga diketahui memiliki perusahaan tambang seluas 10 ribu hektar terletak di Kutai Timur. Pengurusan izin tambang itu sendiri menelan biaya hingga Rp3 miliar. Mendengar pembacaan dakwaan itu, Anas dan tim kuasa hukumnya akhirnya melakukan eksepsi. \"Dakwaan itu sangat imajiner, masak sejak 2005 saya sudah disebut nyapres,\" ujarnya. Anas sendiri menjalani sidang dengan didampingi 15 kuasa hukum. Sejumlah loyalis Anas dari Pergerakan Perhimpunan Indonesia(PPI) juga tampak hadir dalam sidang. (gun)
Siapkan Nyapres, Anas Terima Uang Ratusan Miliar
Sabtu 31-05-2014,10:15 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :