Tim Aang for Meneteri Berlebihan

Jumat 08-08-2014,11:11 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KUNINGAN – Penunjukkan seseorang untuk menjadi menteri merupakan hak prerogatif presiden. Pembentukan tim realwan untuk menyukseskan seseorang menjadi menteri dinilai sesuatu yang sangat aneh dan ganjil. Demikian dikatakan Aktivis F-Tekkad, Soejarwo, merespons gerakan relawan Ahas Center membentuk Tim Aang for Menteri. “Apa mungkin dalam perjalanannya tim relawan tersebut akan melakukan ‘desakan’ kepada pemegang hak prerogatif yakni presiden, agar mengangkat seseorang pada jabatan menteri?” ujarnya bernada tanya. Artinya, sebesar apa pun tim relawan dibentuk, tidak akan dapat memengaruhi hak prerogatif presiden. Menurutnya, pembentukan Tim Relawan Aang For Menteri merupakan sesuatu yang berlebihan. “Apalagi mereka berasal dari kalangan birokrat. Karena menteri merupakan jabatan politik, keterlibatan birokrat dalam tim relawan tersebut menjadi sesuatu yang ‘diharamkan’,” tandasnya. Terpisah, H Acep Purnama MH dalam kapasitasnya sebagai ketua DPC PDIP Kuningan sempat mengeluarkan tanggapan terhadap pro kontra pengusulan H Aang Hamid Suganda menjadi menteri LH. “Sebagai warga Kuningan tentu saja kami merasa bangga kalau ada tokohnya yang memang menurut kriteria layak diusulkan menjadi menteri. Karena yang dilakukan Jokowi-JK sekarang untuk penentukan kabinetnya terbuka menerima masukan atau aspirasi dari masyarakat,” kata Acep. Pengusulan tersebut, imbuh dia, sudah barang tentu memiliki dasar berupa kriteria kelayakan. Bagi Acep, siapa pun memenuhi kriteria untuk diusulkan, terlebih Aang Hamid Suganda. Dengan berbagai prestasi yang telah dicapai, menurutnya menjadi salah satu kriteria kelayakan dan kemampuan Aang. Disinggung soal pernyataan ketua Gempur Kuningan yang menolak Aang akibat permasalah geothermal, Acep meminta agar ada pemahaman yang jelas. Jika dipertanyakan pertambangan panas bumi merupakan kebijakan siapa, mesti dirunut dulu. “Pertama, kebijakan ini kan demi kepentingan nasional guna memenuhi kebutuhan energi listrik. Kedua kebijakan ini ada di mana. Ada yang lebih memiliki kebijakan, yakni Pemrov Jabar dan Pusat,” ungkapnya. Hal itu, kata Acep, mesti dipahami terlebih dulu. Jangan seolah-olah daerah yang harus bertanggung jawab. Daerah memang bertanggung jawab, tapi tidak semuanya secara mutlak untuk hal-hal tertentu. “Ada 8 hal yang menjadi urusan pusat, termasuk salah satunya energi. Agama, energi, hukum, pendidikan, kesehatan dan sebagainya, itu menjadi urusan pusat. Daerah tak bisa apa-apa,” jelas dia. Namun pihaknya meyakinkan, semua kebijakan yang lahir tidak akan menyengsarakan masyarakat. Karena sudah melalui kajian-kajian. Kalau ada kebijakan pusat yang turun ke daerah kemudian menyengsarakan, pihaknya akan protes. Di sinilah, sambungnya, kearifan kebijakan daerah dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait