Jatah Parpol Berkurang Satu

Sabtu 11-10-2014,09:38 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Jumlah Menko Ditambah, Seluruh Pos Kementerian Sudah Terisi JAKARTA - Menjelang pelantikan presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla, jumlah pos kementerian kabinet kembali berubah. Jokowi mengungkapkan, jumlah pos kementerian di kabinetnya tidak lagi 34, tetapi hanya 33. Dia memastikan, pengurangan itu diambil dari pos kementerian untuk parpol. Dengan demikian, jika dulu men­dapat jatah 16 menteri di kabinet, parpol kini hanya mem­peroleh 15 kementerian. Sedang­kan kementerian untuk profe­sional tetap sama, yakni 18. Mantan gubernur DKI Jakarta tersebut menjelaskan, alasan pihaknya mengurangi jumlah menteri tersebut adalah efisiensi. Sebab, ada dua kementerian yang digabung. “Kementerian mana (yang digabung) masih rahasia. Kami evaluasi terus,” kata dia. Namun, meski jumlah kementerian dikurangi, menurut Jokowi, jumlah menteri koordinator (Menko) ditambah. Jika di Kabinet Indonesia Bersatu II hanya tiga, jumlah Menko kini ditambah menjadi empat. Tujuannya, pemerintahannya kelak bisa lebih baik daripada pemerintahan sebelumnya yang hanya menggunakan tiga Menko. “Semua masih kami saring, nanti kalau sudah final betul kami sampaikan,” ujar dia di rumah dinas gubernur DKI, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/10). Tentang orang-orang yang akan duduk di kabinet, Jokowi memastikan seluruh pos kementerian sudah terisi. Meski demikian, seluruh kementerian tersebut masih diisi empat sampai lima nama. Dia bersama Jusuf Kalla (JK) masih terus menyeleksi nama-nama itu untuk dikerucutkan menjadi satu nama yang dinilai paling tepat. Politikus PDI Perjuangan tersebut menyatakan, dirinya bersama JK sudah melakukan pertemuan dengan calon-calon menteri yang masuk radarnya. Mereka membicarakan persoalan kebangsaan. Jokowi-JK juga ingin mengetahui lebih dekat kemampuan manajerial yang bersangkutan. Meski begitu, Jokowi yakin para calon menteri tersebut tidak akan merasa sedang diwawancarai karena dalam kondisi santai dan berada di tempat yang tidak terlalu formal. “Ada yang di warung. Pak JK juga melakukan pertemuan, tapi mereka nggak sadar kalau diincar jadi calon menteri,” papar dia sembari tersenyum. Kapan nama-nama menteri itu selesai disusun? Jokowi menjawab paling lambat sebelum dirinya dilantik pada 20 Oktober. Dia pun enggan membocorkan nama salah seorang calon menteri yang berpotensi membantu dalam kabinet. Sebab, dia masih akan mendalami setiap nama yang sudah ada, termasuk rekam jejaknya selama aktif di dunia politik dan profesional. “Kami evaluasi terus, apa integritasnya sesuai dengan yang kita ingin­kan atau tidak,” tegas dia. JK yang berdiri di kanan Jokowi ikut angkat bicara. Menurut mantan Wapres itu, dirinya bersama Jokowi mesti merahasiakan ke publik nama-nama calon menteri yang sudah pernah diajak berbicara. Itu dilakukan agar yang bersangkutan tidak sakit hati ketika saat penentuan nama menteri namanya tidak disebut. “Kalau sudah merasa diseleksi (jadi calon menteri), tapi akhirnya nggak lulus, nanti dia malu. Jadi, rahasiakan saja dulu,” ujar dia. Dia memastikan, seluruh partai yang bergabung dalam koalisi pendukung Jokowi-JK akan mendapat jatah menteri. Meski begitu, JK enggan membeberkan berapa jatah menteri untuk setiap partai. Mantan Ketum Golkar itu juga memastikan bahwa pos menteri untuk perempuan tetap menjadi perhatian serius. “Komposisi untuk perempuan juga diatur, minimal (jumlahnya) seperti sekarang (Kabinet SBY-Boediono, red),” jelas JK. Ketua DPP PDI Perjuangan, Tri­medya Panjaitan menyatakan, selek­si calon menteri yang dilaku­kan oleh presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla secara tertu­tup dan tidak mewawancarai calon hanya masalah style Jokowi yang tidak mengurangi substansi pembentukan kabinet yang ideal. “Soal cara rekrutment itu ada­lah hak prerogatif Jokowi dalam me­lakukan seleksi calon menteri. Pasti beliau melakukan seleksi, hanya bedanya tidak terbuka seperti yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Soal seleksi dilakukan secara terbuka atau tertutup, hanya masalah style saja,” kata Trimedya. KOORDINASI PENGAMANAN Sementara itu, menjelang pelantikan presiden terpilih periode 2014-2019, pimpinan MPR, DPR, Polri, dan TNI kembali berkoordinasi. Kemarin mereka mela­kukan pertemuan di gedung parle­men untuk membahas masa­lah pengamanan. Pihak apa­rat keamanan diwakili Kapol­da Metro Jaya Irjen Pol Ung­gung Cahyono dan Kas­dam Jaya Brigjen TNI Tedi Lhaksamana. Ketua DPR Setya Novanto, dalam keterangan pers di gedung DPR, menyatakan bahwa pertemuan kemarin membahas masalah peng­amanan gedung parlemen sebagai objek vital penye­leng­­garaan pelantikan presi­den dan wakil presiden. “Pe­ng­a­manan dilaksanakan di gedung MPR, DPR, dan DPD dengan menge­depankan ke­giatan preventif dan per­suasif. Keamanan soft dalam rangka mewujudkan sua­sana kondusif,” kata Setya. Dia menjelaskan, operasi pengamanan Sidang Paripurna MPR 20 Oktober 2014 yang dinamai operasi Mantap Jaya Brata nanti dikoordinasi Polri dan dibantu Kodam Jaya. Tidak tanggung-tanggung, kekuatan yang diterjunkan mencapai 23.500 personel dari Polda Metro Jaya, Mabes Polri, serta Kodam Jaya. Menurut politikus Partai Golkar itu, pengamanan pelantikan presiden dari pengunjuk rasa tidak boleh menggunakan senjata api. Polri juga sudah menyiapkan strategi menghadapi situasi yang mengancam seperti bom, pemboikotan, bentrokan, kebakaran, kemacetan, perusakan, dan penyusupan. “Pengamanan unjuk rasa dilakukan tanpa senjata api. Cukup dengan water cannon. Jadi, pengamanan siap secara maksimal,” jelasnya. (fat/JPNN/c5/fat)

Tags :
Kategori :

Terkait