Persoalan perlintasan kereta api tanpa palang pintu begitu peliknya diselesaikan. Padahal, sudah banyak korban jiwa melayang di perlintasan KA, termasuk dua anggota polisi yang baru-baru ini mobilnya tertabrak kereta. Sayangnya, hingga kini baik Pemerintah Kabupaten Cirebon maupun PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) belum ada kesepahaman mengenai pemasangan palang pintu KA. SEPERTI diketahui di Kabupaten Cirebon terdapat ratusan perlintasan kereta api tanpa palang pintu. Lokasinya tersebar di sepanjang jalur pantai utara. Beroperasinya double track dan frekuensi lalu lintas KA yang semakin tinggi, tentu menimbulkan kekhawatiran jumlah kecelakaan di perlintasan palang pintu KA meningkat. Tak kunjung terselesaikannya persoalan palang pintu KA, juga tidak lepas dari paraturan perundang-undangan yang tidak membebankan kewajiban kepada PT KAI membangun pintu perlintasan. Peraturan perundang-undangan ini begitu menguntungkan PT KAI. Tak heran, bila ada persepsi PT KAI lepas tangan terhadap tanggungjawab di perlintasan KA. Padahal, keberadaan perlintasan itu untuk mengamankan armada dan penumpang yang membayar tiket kepada PT KAI. Menurut UU 23/2007 tentang perkeretaapian, yang berhak membuat palang pintu perlintasan adalah pemerintah daerah. “Kalau masalah palang pintu perlintasan, itu kita sesuai dengan isi UU 23/2007 tentang perkeretaapian,” ujar Manajer Humas PT KAI Daerah Operasional (Daops) III, Gatut Sutiyatmoko. Menurut Gatut, banyaknya perlintasan tanpa palang pintu juga disebabkan kurang tersosialisasinya undang-undang ini. Padahal, setiap ada pembukaan jalan baru yang melintasi rel kereta api, penanggungjawab jalan tersebut harus meminta izin kepada direktorat jenderal perkeretaapian. Setelah izin keluar, penanggungjawab jalan itu dibebani kewajiban untuk membangun infrastruktur palang pintu termasuk sumber daya manusia yang mengoperasikannya. “Apabila perlintasan dibuat sebidang, jalan umum itu harus tetap menjamin kelancaran dan keselamatan kereta api dan lalu lintas jalan raya,” jelasnya. Pembukaan perlintasan jalan baru ini juga memberi beban kepada penanggungjawabnya untuk pengoperasian dan perawatan perlintasan. Terkait ratusan perlintasan tanpa palang pintu di Kabupaten Cirebon, itu tidak lepas dari perkembangan penduduk. Mungkin saja dulunya ruas itu hanya jalan setapak, kemudian lama kelamaan lalu lintasnya meningkat dan menjadi jalan umum. Keberadaan jalan semacam inilah yang kemudian terus menambah perlintasan tanpa palang pintu. Selain tidak terdata, kebanyakan jalan baru ini tidak seizing direktorat jenderal perkeretaapian. “Jadi awalnya itu adalah jalan setapak yang melintasi rel kereta api. Waktu demi waktu karena perkembangan wargapun semakin banyak, jadilah jalan tersebut yang tadinya jalan setapak kini bisa dilewati motor, mobil dan sebagainya. Sehingga timbul jalan yang tidak ada palang pintu perlintasan,” bebernya. Gatut menyarankan, agar jalan setapak yang kini menjadi besar tersebut diurus perizinannya ke dirjen perkeretaapian. Bila sudah diizinkan, pemohon izin harus membangun palang pintu perlintasan kereta api. Kalau yang memohon izinnya pemerintah daerah, tentu yang membangun palang pintu perlintasan, pengoperasian, sumber daya manusia dan perawatannya menjadi tanggungjawab pemkab. Apalabila pemkab tidak berkenan membangun palang pintu perlintasan, Gatut menyarankan agar jalan yang memotong rel kereta api agar ditutup demi keamanan dan kenyamanan bersama. Bila terus menerus memperdebatkan aturan ini, tentu tidak akan ada habisnya. Masyarakat akan terus menjadi korban karena jumlah perlintasan kereta api tanpa pintu terlalu banyak. “Makanya pemkab baca UU-nya. Kalau pemkab nggak mau dan nggak sanggup (membuat dan mengoperasikan palang pintu), silahkan tutup jalan di perlintasan kereta api. Ini wewenangnya ada di pemkab sendiri dan pemkab yang memutuskan,” tandasnya. Gatut mengakui, di wilayah PT KAI Daops III ada ratusan titik jalan yang tidak dilengkapi palang pintu perlintasan. Ratusan titik ini bukan hanya di Kabupaten Cirebon saja. Untuk jalan yang tanpa palang pintu terdata dan belum tentu berizin ada 121 titik. Untuk jalan yang benar-benar masih liar tidak terdata ada 20 titik. Jadi jumlah total ada 141 titik. Sedangkan untuk jalan yang ada palang pintu dan dijaga pegawai PT KAI ada 29 titik. Sedangkan palang pintu yang dioperasikan pihak luar ada 17. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Cirebon, DR Iis Krisnandar mengaku, akan kembali berkoordinasi dengan pihak PT KAI terkait persoalan ini. “Saya baru jadi kadsihub. Saya akan melakukan koordinasi dengan PT KAI terkait dengan pembangunan palang pintu perlintasan kereta api,” ucapnya. Iis meminta agar PT KAI tidak lepas tangan begitu saja dalam membangun palang pintu perlintasan kereta api. Bila pemkab yang harus bertanggungjawab atas semua perlintasan kereta api tidak berpalang pintu di Kabupaten Cirebon, tentu saja APBD tidak akan cukup. Apalagi, ada ratusan palang pintu perlintasan yang harus dioperasikan. Artinya, pemkab harus menganggarkan pembangunan infrastrukturnya, rekrutmen hingga penganggaran gaji SDM dan perawatan. “Kalau kita laksanakan sendirinya anggaran APBD kita tidak mencukupi. Makanya kita ingin koordinasi dengan PT KAI. PT KAI jangan main lepas tangan saja, kita sama-sama duduk bersama pecahkan masalah palang pintu perlintasan,” tegasnya. Diungkapkan Iis, palang pintu perlintasan KA itu merupakan kepentingan bersama. Bukan hanya kepentingan pemkab yang ingin menyelamatkan warganya. Palang pintu perlintasan ini sesuai fungsinya adalah untuk mengamankan perjalanan kereta api. Di dalam kereta api itu, ada penumpang yang membayar tiket kepada PT KAI. Posisi inilah yang membuat PT KAI seharusnya tidak lepas tangan karena turut memiliki kepentingan. “Jangan main lepas tanggung jawab saja. Hayu kita duduk bareng,” tegas mantan sekretaris DPRD ini. Terkait keberadaan perlintasan tanpa palang pintu di wilayahnya, Camat Mundu, August Pentristianto meminta kepada pihak berwenang untuk segera membangun palang pintu. Sebab, aktivitas warga yang melewati perlintasan tersebut semakin ramai. “Saya lihat kecelakaan kemarin mobil ditabrak kereta api itu saya benar-benar kecewa. Kenapa ini kok nggak ada palang pintu perlintasan? Harusnyakan ada palang pintu perlintasannya, kasihan warga sekitar apalagi kalau orang yang sudah tua. Makanya saya minta kepada pihak yang berwenang untuk segera membuat palang pintu perlintasan,” bebernya. August sangat kecewa dengan banyaknya korban jiwa. August mengaku, tidak mengerti dengan jalan pikiran para pejabat yang sama sekali tidak tersentuh dan nyaris tanpa beban setiap kali ada warga yang tertabrak kereta api. “Harusnya kasihan sama warga. Warga ini sudah sangat resah dengan banyaknya kejadian tabrakan dengan kereta, apalagi kejadian yang kemarin itu membuat warga semakin ingin agar palang pintu perlintasan segera dibangun,” tegasnya. Kapolsek Pabuaran AKP Sentosa Sembiring SH menginginkan agar palang pintu perlintasan di berbagai titik segera dibangun. Sebab, di Kecamatan Pabuaran banyak rel kereta tanpa palang pintu. Keberadaan palang pintu bisa menjamin keselamatan warga dan perjalanan kereta api. “Sebagai penanggungjawab kantibmas di wilayah ini, tentu saja ingin rel kereta api itu dipasang pintu. Ini bisa mengurangi risiko kecelakaan tabrakan dengan kereta,” ujarnya. (deny Hamdani)
PT KAI Jangan Lepas Tangan
Jumat 31-10-2014,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :