Ketika Tukang Sate Diciduk

Selasa 04-11-2014,07:39 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Oleh: Kana Kurniawan (Penulis adalah alumnus SPs UIN Jakarat, PP Pemuda PUI)   MA, (25) diduga telah melakukan tindakan tidak pantas terhadap Kepala Negara, Jokowi dan Megawati, Ketua Umum PDIP. Dia mengedit poto kedua tokoh ini dengan konten porno disertai bahasa-bahasa pengejekan. Kita sepakat apa yang dilakukan MA adalah pelanggaran hukum dan moral-etika. Atas perbuatannya, MA ditangkap oleh pihak kepolisian dan dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU ITE. Sebagaimana informasi dari Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, MA dikenakan UU Pornografi, pencemaran nama baik, dan UU ITE. Tapi kemudian MA dimaafkan oleh presiden dan mendapatkan penangguhan penahanan dengan tetap proses hukum berjalan. Editan poto yang diduga dilanggar oleh MA, ditafsirkan sebagai bentuk pornografi. Dalam UU No. 44 Tentang Pornografi, Pasal 1,Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Melihat apa yang dilakukan MA, tentu tidak secara mudah memberikan justifikasi akhir dari tindakannya itu. Harus membacanya dari awal. Kenapa awalnya, siapa yang memprovokasi atau atas dasar apa dia melakukan tindakan itu. Menurut Fahmi, kuasa hukum MA, hanya iseng dan polos. Dia tidak tahu tindakannya menimbulkan sanksi hukum. Melihatnya secara utuh, maka akan ditemukan benang merah yang utuh, tidak parsial. Media sosial adalah media publik yang bisa diakses siapa pun. Gambar-gambar semacam itu sangat mudah dicari bahkan hand phone canggih banyak menyediakan fitur edit poto sesuka hati. Orang bisa mengedit poto untuk guyonan atau pun dasar kekurangpahaman akan tindakan pelanggaran. Kapolri Jenderal Sutarman menguatkan bahwa MA ditangkap bukan karena melakukan pembully-an terhadap presiden, tetapi konten pornografi yang ditimbulkan akan berdampak luas bagi masyarakat luas terutama anak-anak. Atas dasar itulah, kepolisian harus ekstra hati-hati dalam mengangani kasus ini. Awalnya kasus ini kecil. Tapi karena yang jadi objek adalah presiden, maka tentu efek yang ditimbulkan pun akan meluas. Tidak saja para pendukung presiden akan melakukan upaya hukum, tapi di sisi lain memancing sasaran tembak lawan politik PDIP.  Misalnya muncul hastage, #savetukangsate. Media sosial yang secara leluasa memberitakan akan membentuk image negatif bagi PDIP itu sendiri. Seperti yang diungkapkan pelapor, pengacara sekaligus politisi PDIP, Hendri Yosodiningrat tidak mengetahui profesi MA sebagai tukang sate. Seperti diketahui, MA adalah tulang punggung keluarga dengan penghasilan 35 ribu per hari. Tepatnya, dia orang miskin yang harus membiayai ketiga adiknya sekolah. INVESTASI POLITIK JANGKA PANJANG PDIP Jika melihat dari moral politik yang sehat, menahan seseorang yang dianggap melakukan tindakan tidak patut, melanggar etika kesopanan dan pelecehan merupakan tindakan yang salah dan blunder di kemudian hari. Presiden Jokowi, kini tengah menanjak dan mampu menyedot suara masyarakat. Ia adalah bentuk refleksi dari ketidakhadirannya sang negarawan yang selama ini diimpikan. Presiden terpilih bisa mengisi ruang kosong yang semakin jarang ditemui. Sosok khas rakyat kecil, merkayat, tanggah serta pekerja. Biar dia bekerja memenuhi espektasi publik tanpa ada gangguan. Toh, seiring dengan peningkatan kinerja yang bagus, dengan sendirinya publik akan memilah, siapa yang bekerja dan siapa yang tidak. Kabinet Kerja baru saja bekerja. Butuh pengawalan penuh dari sikap politik yang ditawarkan PDIP dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Karena sesungguhnya, kerja politik bukan berarti memenangkan kekuasaan dengan terpilihnya presiden Jokowi. Melainkan mengimplementasikan visi-misi kebangsaan yang sudah menjadi platform. Terpilih, terutama juru bicara (komunikator) politik yang ditunjuk haruslah yang piawai dalam memahami selera masyarakat, cakap beragumentasi dan tentunya menjadi katalisator canggih pemerintah. Kita berharap KIH harus terus berupaya menjaga performance dan style sebagai pembela masyarakat kelas bawah sebagaimana jargon selama ini. Pengalaman era SBY, aktivis Bendera pernah didakwa karena melakukan penghinaan terhadap presiden. Sementara pemerintahan pasca Orde Baru begitu massifnya menstabilo apa yang disebut dengan represif atau gemar mengumbar pasal-pasal karet hanya untuk menekan kalangan oposisi. PASAL ANCAMAN BAGI NITIZEN Kasus MA bagi nitizen (pengguna media sosial) adalah pembelajaran yang perlu disikapi secara bijak. Karena negara Indonesia adalah negara hukum yang semuanya berlandaskan hukum. Tindakan apapun yang diduga mengandung unsur pidana, maka akan berhadapan dengan hukum. Jika pun menuliskan apa pun harus memakai etika media yang tidakmengandung unsur pidana. Media sosial adalah ruang publik yang mudah diakses siapa pun.Tapi jika tidak hati-hati, maka akan berakibat negatif. Berikut penulis ungkapkan pasal-pasal yang bisa mengancam nitizen, di antaranya Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi), Pasal 156 KitabUndang-undangHukum Pidana (KUHP) tentang permusushan dan kebencian, UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang mengatur penyebaran foto palsu yaitu Pasal 35 jo Pasal 51 ayat 1 dengan hukuman 12 tahun serta denda Rp12 miliar dan Pasal pencemaran nama (Pasal 310-311 KUHP dan Pasal 27 ayat 3 jo. Pasal 45 UU ITE). (*)

Tags :
Kategori :

Terkait